Ketikan I: Jejak Pertama
Malam itu begitu sunyi. Hanya suara hujan yang berirama di luar jendela, mengiringi jemariku yang bergerak di atas layar ponsel. Cahaya kecil dari layar itu adalah satu-satunya sumber terang di sudut kamar. Tak ada pena, tak ada kertas. Hanya sebuah aplikasi catatan yang menyimpan segala yang tak mampu ku suarakan langsung.
"Di sini, dalam setiap kata yang ku ketik, aku menyimpan mu," tulis ku pelan. Sentuhan jari-jariku terasa lebih ringan, seakan setiap huruf tak punya beban. Namun, di baliknya, ada perasaan yang jauh lebih berat. Rindu yang tak lagi bisa ku bendung.
Tiap kalimat yang muncul di layar seolah adalah serpihan kenangan yang ku kumpulkan. Kau, yang selalu menjadi pusat dari setiap ceritaku, tetap hadir di sini. Tak peduli seberapa jauh kau telah pergi, dalam dunia kecil aplikasi catatan ini, aku selalu bisa menghadirkan mu lagi.
"Malam ini aku merindukanmu," ketikanku berlanjut tanpa ragu. Rindu itu tak pernah memudar, hanya berpindah dari satu memori ke memori lain, dan kini berdiam di setiap kata yang ku ketik. Mungkin hujan lah yang membawamu kembali ke pikiranku, atau mungkin hanya karena aku tak pernah benar-benar melupakanmu.
Ponsel ini menjadi saksiku. Setiap huruf yang ku tekan di layar adalah jejak yang menunggu waktu, menunggu kapan aku akan selesai menuliskannya. "Andai kita bisa kembali pada saat itu," ketikku, "saat tawa kita tak dibayangi oleh keraguan."
Aku tahu itu hanya khayalan. Seperti pesan yang tak pernah terkirim, seperti panggilan yang tak pernah terjawab. Tapi aplikasi ini menjadi tempatku menyimpan mu, menjadi penghubung antara hati yang kini terpisah.
Episode pertama ini berakhir dengan satu pertanyaan tak terjawab: Apakah kau juga menulis ku di sana, dalam kenangan digital mu? Atau mungkin aku hanya menjadi pesan yang tak lagi ada dalam daftar obrolanmu?
Aku menyimpan ponselku setelah mengetik kalimat terakhir, dan sekali lagi, namamu bergema dalam bisikan malam.
Jejak pertama telah ku torehkan, dan perjalanan ini baru dimulai.