Mohon tunggu...
Fajrin Bilontalo
Fajrin Bilontalo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Gorontalo

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengapa Para Filsuf Besar Diakui di Negara Lain, Bukan di Negara Kelahiran Mereka?

28 September 2024   02:21 Diperbarui: 28 September 2024   02:56 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika filsuf diasingkan atau merasa terjebak di lingkungan yang tidak mendukung, mereka sering kali memilih bermigrasi ke negara-negara yang lebih mendukung kebebasan intelektual. Di sana, ide-ide mereka dapat berkembang dengan lebih leluasa.

  • Immanuel Kant, meskipun tak pernah meninggalkan kota kelahirannya di Prusia, karya-karyanya memengaruhi pemikir di seluruh Eropa dan menjadi dasar bagi banyak pemikiran modern.
  • Sigmund Freud, pelopor psikoanalisis asal Austria, meninggalkan negaranya untuk melarikan diri dari rezim Nazi dan menetap di Inggris, di mana karyanya lebih diterima dan berkembang.
  • Ludwig Wittgenstein, meski lahir di Austria, ia menghabiskan sebagian besar kariernya di Inggris, di mana filsafat bahasanya sangat dihargai.

5. Kebebasan Akademik dan Ruang Diskusi yang Luas

Di beberapa negara, kebebasan berpikir dan kebebasan akademik lebih dilindungi daripada di tempat lain. Negara-negara ini menjadi magnet bagi para pemikir yang ingin mengeksplorasi ide tanpa takut dihukum atau disensor.

  • Michel Foucault, meskipun pemikirannya dimulai di Prancis, sebagian besar karyanya tentang kekuasaan dan wacana justru mendapat perhatian besar di Amerika Serikat, di mana iklim intelektual lebih bebas.
  • Hannah Arendt, yang melarikan diri dari Jerman Nazi, menemukan ruang untuk menulis dan mengembangkan pemikirannya tentang totalitarianisme di Amerika Serikat.
  • Albert Einstein, meski dikenal sebagai ilmuwan, filsafat ilmiahnya juga memengaruhi dunia. Ia meninggalkan Jerman dan mengembangkan ide-idenya di Amerika Serikat, di mana kebebasan intelektual lebih terjamin.

Pemikiran filsafat tidak mengenal batas negara. Di mana pun kebebasan intelektual berkembang, di situlah ide-ide besar akan menemukan tempatnya. Filsuf besar selalu mencari tempat yang memberi mereka ruang untuk bernafas, bahkan jika itu berarti meninggalkan tanah kelahiran mereka. Dan, dengan cara ini, filsafat terus mempengaruhi dan membentuk masa depan peradaban manusia, melampaui waktu dan batas geografis.

Penulis: Fajrin Bilontalo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun