Keputusan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang melarang penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka perempuan adalah langkah yang memprihatinkan dan penuh kontradiksi.Â
Sebagai lembaga yang bertugas membumikan Pancasila, BPIP seharusnya menjadi panutan dalam menerapkan nilai-nilai dasar ideologi negara. Namun, kebijakan ini malah mencerminkan ketidakpahaman terhadap esensi Pancasila itu sendiri.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengedepankan prinsip-prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.Â
Larangan jilbab dalam Paskibraka tidak hanya melanggar hak kebebasan beragama, tetapi juga bertentangan dengan sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," yang menjamin hak setiap individu untuk menjalankan keyakinannya.Â
Kebijakan ini jelas mengabaikan kenyataan bahwa jilbab merupakan bagian integral dari identitas religius bagi banyak perempuan Muslim di Indonesia.
Keputusan BPIP ini menunjukkan ketidakselarasan antara kebijakan dan semangat Pancasila. Sila ketiga, "Persatuan Indonesia," menekankan pentingnya menghargai keberagaman dalam masyarakat. Larangan jilbab menciptakan kesan bahwa negara tidak menghargai ekspresi religius yang sah, yang dapat memperburuk perpecahan sosial dan merusak rasa persatuan di antara warga negara.
BPIP, sebagai lembaga yang diamanatkan untuk memperkuat ideologi negara, seharusnya mendukung kebijakan yang inklusif dan menghormati hak-hak individu. Kebijakan yang mengesampingkan kebebasan beragama bertentangan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Pancasila dan dapat mempengaruhi citra BPIP sebagai penjaga ideologi negara.Â
Jika BPIP benar-benar berkomitmen pada prinsip-prinsip Pancasila, mereka harus mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan menegakkan prinsip-prinsip yang sesungguhnya menghargai dan memelihara keberagaman.
Lebih dari itu, kebijakan ini berpotensi menanamkan pesan negatif kepada generasi muda, yaitu bahwa ekspresi religius tertentu tidak diterima dalam ranah publik. Ini dapat merusak upaya untuk membangun masyarakat yang inklusif dan toleran, serta menghambat proses pembelajaran tentang keberagaman dan hak asasi manusia.
Dalam konteks ini, BPIP perlu menunjukkan bahwa mereka tidak hanya memahami Pancasila dalam teori, tetapi juga dalam praktik. Melalui kebijakan yang lebih inklusif dan menghormati hak beragama, BPIP dapat memperkuat posisi mereka sebagai pelindung ideologi negara dan memastikan bahwa Pancasila tetap relevan dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.Â
Hanya dengan cara ini, BPIP dapat memenuhi perannya dengan baik dan menjaga kepercayaan publik terhadap ideologi yang menjadi dasar negara kita. Menghormati hak-hak individu, termasuk hak untuk mengenakan jilbab, adalah bagian penting dari menegakkan prinsip Pancasila dan memperkuat persatuan bangsa.