Mulai dari sinilah Rabiah memasuki babak baru dalam kehidupannya. Ia kemudian terjerat jejaring perbudakan setelah sebelumnya berada dalam kekuasaan seorang saudagar yang lalu menjualnya di pasar budak.
Dalam perjalanan hidup baru ini, banyak penulis buku tentang kisah-kisah Rabiah al-Adawiyah, melukiskan bahwa Rabiah merupakan sosok perempuan cantik, memiliki suara merdu dan mahir memainkan seruling.
Dengan kelebihannya itu, majikan Rabiah menugaskan untuk menghibur sahabat-sahabat majikannya. Padahal Rabiah al-Adawiyah sendiri merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Menimbang bahwa ia telah menghafal Al-Qur'an semenjak remaja. Jiwanya pun sudah tentu telah terkondisikan untuk selalu mengingat dan merindukan akan Allah. Seberapa dalam ia terlelap dalam dekapan dunia gelap, ada saatnya ketua ia merindukan masa-masa indah itu kembali.
Jiwanya menggugat apa yang telah hilang dari dirinya selama ini. Bagaimana tidak? Rabiah tumbuh kembang dalam rahim keluarga yang sangat bersahaja. Ia terbiasa bersandar kepada yang Mahakuasa. Kedua orang tuanya seorang ahli ibadah dan pecinta keagungan-Nya. Masa kecil yang demikian pastilah menanam kesan mendalam pada siapapun. Tidak seorangpun dapat menolak kecenderungan demikian. Jika pun mampu menolaknya, pada saatnya kenangan tersebut pasti akan menariknya kembali.
Banyak orang yang bersimpati kepada Rabiah, gadis muda yang kecantikannya begitu tersohor, merdu suaranya, dan begitu mahir memainkan seruling.
Lalu kemudian, Rabiah memutuskan meninggalkan kemewahan dunia gelap itu. Istana dan juga vila majikanya ia tinggal, demi mempersembahkan cintanya hanya kepada tuhan semata. Ia ingin bernyanyi dan menari kepada-Nya, menghamba kepada-Nya dengan sepenuh jiwa, dan menyaksikan bahwa yang ada di dunia hanyalah percikkan cahaya-Nya saja.