Nama: Fajrina Aulia
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan
Beberapa tahun yang lalu,publik dihebohkan oleh adanya lembagan yang memperjualkan belikan ijazah. Menteri Ristek Dikti Mohamad Nasir menyebut "bahwasannya berencana menutup 18 perguruan tinggi yang terlibat dalam pemalsuan ijazah dan memperjualkan belikannya. ke-18 perguruan tinggi tersebut terdapat di wilayah jabodetabek dan di kupang, Nusa Tenggara Timur ". Diantaranya adalah perguruan tinggi di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) yang mengeluarkan ijazah palsu untuk lulusan serjana S1. "Ijazah palsu adalah ijazah yang diberikan kepada pada lulusannya tanpa perlu mengikuti proses perkuliahan yang lazim, "ujar Menteri Ristek Dikti Mohamad Nasik. Bahwa mahasiswa hanya mengikuti kuliah setahun dua tahun sudah bisa memperoleh ijazah serjana S1 dengan membayar sejumlah uang. Sementara di Kupang, ijazah serjana S1 para lulusan sebuah universitas tidak diakui. Hal ini terjadi karena ijazah serjana S1 tersebut ditandatangani oleh rektor yang gelar doktornya dinilai tidak sah.
Pendidikan di perguruan tiggi merupakan tempat perkumpulan bibit-bibit unggul,pemikir, intelektual, dan professional dengan berbagai macam jenis dan arus pemikiran keilmuwan yang terus berubah dan berkembang. Perguruan tinggi bukanlah hanya sekedar tempat atau Lembaga Pendidkan saja, melainkan juga sebagai Lembaga yang menghubungkan antara mahasiswa dengan masyarakat sekitar , agar ilmu yang didapatkan diperguruan tinggi bisa bermanfaat tak hanya bagi mereka sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Kompetensi, keahlian dan penguasaan mendalam atas sebuah ilmu tidak bisa terjadi begitu saja, namun harus melalui proses dan pentahapan yang sangat panjang seperti adanya kurikulum, program pengajaran serta strategi belajar mengajar yang dirancang dengan baik. Proses transfer ilmu pengetahuan ini jelas akan memakan waktu yang cukup panjang dan tidak mungkin dicapai dengan cara instan, apalagi dibeli dengan lembaran rupiah.
Pada kasus diatas bisa dikaitkan dengan Teori Pierre Boundieu tentang modal. Sumbangan terbesar dari Bourdieu terhadap sosiologi pendidikan adalah idenya tentang kapital yang dihubungkan dengan pendidikan. Modal menurut Bourdieu terdiri dari ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik. Modal ekonomi merupakan yang mencangkup alat-alat produksi dan uang yang dengan mudah digunakan untuk sebagai tujuan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Modal budaya mencangkup keseluruhan kualifikasi intelektual yang dapat diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Modal sosial merujuk pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku dalam hubungan dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Modal simbolik mencangkup segala bentuk prestasi, status,otoritas,dan legitimasi.
Setiap modal dalam konsep bourdieu adalah berkaitan, juga bisa mengalami perubahan. Setiap individu bisa melampaui batasan-batasan modal (ekonomi),demi menaikkan kelas sosialnya didunia sosial. Individu tersebut mempunyai modal budaya (menulis) dan modal simbolik (prestasi). Dengan mempunyai modal budaya dan simbolik, dapat menutupi modal ekonominya. Modal ekonomi akan individu dapat dengan usaha menjuarai suatu lomba tulisan, jika menang menjadi modal simbolik (prestasi). Modal simbolik ini lah yang membawa individu kepada modal sosial (jaringan sosialnya dengan penulis atau penerbit lain). Modal saling berkaitan satu sama lain, juga modal bisa berubah (meningkat) dan kelas sosial yang menggambarkan status sosial individu di masyarakat.
Pada realitasnya sekarang ini adanya kecurangan dalam dunia pendidikan. Banyak beredarnya ijazah palsu yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi. Dari teori tersebut bahwa modal sosial, budaya, simbolik tidak bisa direduksi dalam kapital ekonomi semata, karena setiap bentuk memiliki spesifikasi masing-masing. pada akhirnya kapital ekonomi memang menjadi akar dari semuanya. Dengan kata lain setiap kapital akan mengalami perubahan atau konversi dari satu bentuk kedalam bentuk lainnya. ketika seseorang sudah mempunyai modal ekonomi maka apapun bisa dibeli termasuk pendidikan. Tanpa proses dalam belajar mengajar mereka lansung bisa membeli ijazah dari perguruan tinggi tersebut.
Selanjutnya Teori Hegemoni perspektif Antonio Gramsci. Berdasarkan teori Gramsci dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikuti. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
Dengan demikian makanisme penguasaan masyarakat dominan dapat dijelaskan sebagai berikut : kelas dominan melakukan penguasaan kepada kelas bawah menggunakan ideologi. Masyarakat kelas dominan merekayasa kesadaran masyarakat kelas bawah  sehingga tanpa disadari, mereka rela mendukung kekuasaan kelas dominan. Pada kasus jual beli ijazah kelas dominan yaitu kebanyakan pejabat, politis, pengusaha, bahkan akademisi yang juga menggunakan jasa tersebut. Karena mereka pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas menengah kebawah. Tanpa menempuh proses kegiatan akademik pun mereka sudah mendapat gelar. Sedangkan kelas bawah hanya bisa terdiam dan tidak tahu apa-apa dengan adanya ijazah palsu yang sudah beredar dimasyarakat. Kalangan kelas bawah hanya mengikuti saja apa yang dikatakan oleh kelas dominan.
Dengan adanya kasus jual beli ijazah palsu pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi di perguruan tinggi tersebut. Bukan hanya pemerintah saja yang harus tetap memantau tetapi masyarakat harus cerdas dalam memilih perguruan tinggi untuk mencari ilmu pengetahuan. Dengan mengecek daftar perguruan tinggi dipangkalan data pendidikan tinggi yang resmi. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H