Pemaparan  di atas jelas menunjukkan bahwa Kesenian Hadrah Kuntulan semakin diminati oleh masyarakat Banyuwangi, bukan saja oleh masyarakat asli (Wong Using), melainkan juga oleh masyarakat Jawa yang notabenenya merupakan masyarakat pendatang. Fenomena tersebut menunjukkan adanya pergeseran persepsi, jika sebelumnya Kesenian Hadrah Kuntulan dipersepsikan sebagai kesenian milik Wong Using, maka dalam perkembangan selanjutnya telah menjadi kesenian yang dimiliki dan bahkan menjadi kebanggaan di kalangan masyarakat Banyuwangi secara keseluruhan. Sejak era tahun 1970-an juga terjadi fenomena yang menarik terkait dengan Kesenian Hadrah Kuntulan, yakni munculnya Hadrah Kuntulan Caruk. Hadrah Kuntulan Caruk merupakan sebuah kompetisi yang melibatkan dua kelompok Kesenian Hadrah Kuntulan untuk saling bertemu dan beradu kebolehan, baik dalam unsur kostum, tari, musik, maupun dalam melantunkan syi'ir al-Barzanji-nya. Dalam Hadrah Kuntulan Caruk akan dipilih pemenang, yakni mereka yang memperoleh perhatian dan apresiasi yang maksimal dari penonton Hadrah Kuntulan Caruk tersebut.
Kesenian Hadrah Kuntulan Wadon mendapat apresiasi yang luas dari masyarakat Banyuwangi. Fenomena seperti inilah yang menjadi inspirasi untuk beberapa seniman Kuntulan untuk menciptakan kesenian Kundaran. Secara harfiah Kundaran merupakan kependekan dari Kuntulan Dadaran, di mana dilakukan perubahan dengan mengolaborasikan kesenian-kesenian lain dengan Seni Kuntulan dengan sedemikian rupa sehingga berkarakter mencolok, dinamis, fleksibel, dan lebih meluas, dengan tetap mengemban kepada misi sebagai seni dakwah Islamiyah. Akan tetapi porsi dakwahnya semakin berkurang mengingat penciptaan Kundaran lebih didorong untuk menampilkan pertunjukan yang lebih menghibur saja.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Kuntulan
Ada banyak hal yang dapat diambil dan dipelajari khususnya berkaitan dengan nilai-nilai dan ajaran tentang kehidupan. Hal ini dapat kita lihat dari cerita sejarah, syair-syair lagu, interaksi antar sesama anggota serta dalam setiap penampilan kesenian Kuntulan. Nilai-nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berharga bertujuan agar masyarakat yang mempelajari dan memahami kesenian Kuntulan selalu memelihara, menjaga dan melestarikan kesenian tersebut. Ada beberapa nilai-nilai  yang terdapat dalam kesenian Kuntulan antara lain : 1. keimanan 2. kedisiplinan 3. ketekunan 4. sopan santun 5. estetika.
- Keimanan
Keimanan adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya (Nurul Zuriah 2007:83). Sikap yakin dan percaya kepada Allah adalah suatu wujud seseorang memiliki iman. Seseorang yang selalu menjaga dan memperkuat keimanannya senantiasa dapat membentengi diri dari perbuatan tercela.
- Kedisiplinan
Kedisiplinan yaitu sikap dan perilaku sebagai cerminan dari ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, ketelitian, dan keteraturan perilaku seseorang terhadap norma dan aturan yang berlaku (Zuriah, 2007 : 198). Sikap disiplin. Nilai disiplin dalam kesenian Kuntulan juga diungkapkan melalui pola lantai dan gerak. Pola lantai sewaktu gerakan awal sampai akhir menggambarkan sikap disiplin masing-masing penari. Penataan formasi biasanya seorang koreografer menyesuaikan dengan situasi seperti bentuk tempat pentas dan jumlah penari. Para penari bergerak membentuk pola lantai seperti berbanjar, lingkaran, selang seling, dilakukan secara tepat dan disiplin serta disesuaikan dengan musik sebagai penanda bergantinya pola lantai selanjutnya.
- Ketekunan
Ketekunan adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu (Zuriah, 2007 : 84). Jika menuntut ilmu dilakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh, pasti akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini diharapkan agar generasi muda selalu tekun dalam menuntut ilmu.
- Sopan santun
Nilai sopan santun yang terdapat dalam kesenian Kuntulan terlihat pada pakaian yang digunakan sangat sederhana dan tertutup (tidak mengumbar aurat). Zaman dahulu kurang lebih pada tahun 1965, kostum yang digunakan hanya menggunakan kemeja putih lengan panjang, celana warna hitam selutut, kaos kaki warna putih selutut, kaos tangan warna putih, kace, hiasan tangan, dan peci. Hampir semua badan tertutup dengan kostum Kuntulan tersebut. Semenjak tahun 2008 kostum yang dipergunakan sedikit ada perubahan. Kostum kesenian tersebut yang dikenakan saat ini atasannya menggunakan iket atau kuluk, menggunakan baju berwarna (orens, merah, putih), kalung kace, hiasan pergelangan tangan, celana panji, kaos tangan (putih), kaos kaki selutut (putih), kamus timang, sabuk kelontong. Berikut kostum yang digunakan oleh penari Kuntulan.
C. Kesimpulan
Awalnya Seni Hadrah merupakan kesenian yang semata-semata dipergunakan sebagai media dakwah Islamiyah. Performa Seni Hadrah pada awalnya tak lebih dari pembacaan syair-syair al-Barzanji dan syair-syair al-Burdah yang dilakukan oleh sekelompok lelaki pada malam hari yang dilakukan sambil menabuh rebana (trebang). Para pemain Seni Burdah memakai pakaian serba putih sebagai simbol bahwa mereka sedang melaksanakan kegiatan yang mulia, yakni mengajak khalayak untuk memuji dan sekaligus meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW.
Pembacaan syair-syair yang dilakukan secara monoton tersebut semakin lama semakin terasa sangat membosankan sehingga Seni Hadrah dikhawatirkan akan ditinggalkan oleh masyarakat. Artinya, peran dakwah Seni Hadrah semakin kehilangan vitalitasnya. Kenyataan seperti inilah yang mendorong para seniman Banyuwangi untuk memodifikasi Seni Burdah menjadi sebuah seni Islam yang menarik dengan mengadopsi beberapa unsur kesenian. Upaya tersebut menghasilkan Kesenian Hadrah Kuntulan yang dinamis dengan pengembangan dalam tiga unsur, yakni unsur bunyi dengan memperbanyak instrumen musikalitas, unsur gerak dengan memperkaya gerak tari dengan koreografi modern, dan unsur rupa dengan melakukan make-up tata rias sebagai mana lazimnya seni pertunjukan. Hasilnya muncullah Kesenian Hadrah Kuntulan sebagai seni pertunjukan. Meskipun pesan-pesan dakwah tetap menjadi ciri utama yang tidak pernah ditinggalkan, namun Kesenian Hadrah Kuntulan mulai berubah dengan nuansa komersil yang kuat. Bahkan belakangan muncul Seni Kundaran, yakni Seni Kuntulan Dadaran atau Seni Kuntulan yang dikembangkan, yang semakin kental dengan nuansa hiburan