Mohon tunggu...
Sinar Fajar
Sinar Fajar Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Seorang penulis sialan yang mencari keberuntungan Visit now; http://fajhariadjie.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mata Kolam; Pria Eropa yang Terjebak dalam Tubuh Pribumi (8)

1 Agustus 2017   08:49 Diperbarui: 1 Agustus 2017   09:14 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Meskipun restoran kami kerap dikunjungi beberapa selebritis ibukota, tamu restoran terakhir kali ini seperti berbeda dari biasanya. Ia seorang vokalis band yang nama bandnya cukup terkenal, namun karena hasil karya mereka kurang melegenda, dengan begitu banyaknya pendatang baru di dunia musik tanah air, band mereka mudah dilupakan. Satu-dua lagu band tersebut sempat masuk sepuluh besar dalam tangga lagu beberapa radio ibukota dan kerap diputar. Saat band mereka berada di puncak popularitasnya, mereka kerap diundang mengisi acara musik di televisi, yang membuat wajah para personel tersebut cukup tak asing lagi di mata para remaja. Mungkin karena seni musikalitas mereka kurang berkharisma atau mereka sebenarnya menganggap seni musik sebagai batu loncatan semata, karir band tersebut, tanpa menunggu waktu lama setelah lagu perdana sekaligus lagu terakhir mereka tersingkir pada beberapa tangga lagu radio, karir band tersebut meredup hingga pada akhirnya seperti terkubur begitu saja.

Vokalis band itu terbilang tampan untuk ketampanan standar ibukota. Malahan lebih tampan daripada vokalis Peter Pan yang kemudian berganti nama menjadi Noah. Rambutnya tebal dan mengkilap seakan memperlihatkan bahwa apa yang ia lakukan pada sepatunya, ia lakukan juga pada rambutnya. Dengan wajah berbentuk bulat telur, ia cocok dengan potongan rambut apapun. Penampilannya biasa saja seperti anak band pada umumnya; casual tanpa banyak aksesoris. Aku tak tahu apakah ia datang kemari untuk mengisi sebuah acara di Plaza Indonesia atau mengisi liburan semata, karena ia datang tidak bersama personel band lainnya melainkan bersama rombongan keluarga besarnya. Tapi kelihatannya band yang sempat terkenal itu kini sudah bubar.

Kedatangan vokalis band itu menghadirkan kehebohan di restoran. Para pramusaji perempuan mendadak centil, merasa gemas dan menutup mulut mereka menahan teriakan dan nafas seolah-olah vokalis band itu adalah lelaki yang telah lama didamba-dambakan. Sebenarnya mereka tidak tahu siapa nama vokalis band tersebut, bahkan nama bandnya saja mereka lupa. Tapi tampang vokalis itu cukup familiar karena beberapa waktu lalu sempat sering muncul di televisi dan diliput oleh berita infotainment. Mereka juga berusaha mengingat-ingat satu-dua lagu dari band tersebut yang sempat populer, bahkan sering dinyanyikan oleh para pengamen. Dengan senyum ramah dan tatapan menggoda mereka melayani rombongan keluarga artis tersebut. Mereka tak sabar menunggu vokalis itu selesai makan karena mereka berniat berfoto bersamanya.

Aku sebagai lelaki dan para kru lelaki lainnya tidaklah seheboh para kru perempuan. Kami menganggapnya biasa-biasa saja. Kedatangan para pesohor untuk makan di restoran ini bukanlah sesuatu hal yang istimewa, karena bukan pertama kali ada pesohor makan di restoran ini, bahkan apabila dihitung-hitung akan ada banyak jejeran artis ibukota makan di sini. Kehebohan para pramusaji perempuan itu semata-mata karena restoran tengah sepi dan rombongan keluarga artis ini adalah tamu terakhir restoran karena lima belas menit lagi adalah saatnya last order. Seandainya restoran tengah ramai pengunjung tentu saja kami takkan seheboh ini bertemu dengan para pesohor karena kami harus lebih terkonsenterasi melayani para konsumen. Tak peduli itu artis atau bukan akan dilayani sebagaimana mestinya, tanpa membeda-bedakan. Apabila kami bersikap norak itu akan mengganggu tamu lainnya, bahkan artis itu sendiri.

Beberapa waktu lalu Radit, pramusaji di restoran ini, dimarahi Pak Manager. Ketika itu restoran sedang ramai-ramainya karena telah masuk jam makan siang, kemudian tiba-tiba seorang bintang film yang juga seorang presenter mengunjungi restoran. Pesohor negeri yang kerap tampil dalam beberapa film yang lumayan laris manis itu berbadan tinggi dan putih. Kulit di sekujur tubuhnya terlihat lembab, yang menurut Radit disebabkan suntikan vitamin C ke dalam tubuh.

Melihat mimik muka Radit, aku tahu pramusaji yang kadang-kadang terlihat agak kemayu itu, adalah penggemar setia bintang film tersebut. Ia begitu ambisius dan bersemangat melayani bintang film tersebut seolah-olah dengan keramahannya itu, ia berharap bintang film tersebut memandang bakat alaminya yang terpendam dan ikut diajak main film bersama. Ketika ia mengantarkan piring-piring pesanan bintang film tersebut, kami tak mengira ia berani meminta tanda tangan pada bintang film tersebut. Seharusnya ia mampu menjaga sikap profesionalnya, karena hal demikian dapat membuat risih dan menganggu privasi bintang film tersebut beserta tamu-tamu lainnya. Namun, seolah tak merasa keberatan sama sekali, bintang film itu mengangguk. Radit mengeluarkan spidol hitam dari dalam saku celananya, kemudian ia berbalik dan menyerahkan punggungnya. Radit meringis geli begitu bintang film tersebut menggoreskan spidol itu di atas punggungnya. Dengan gembira ia menuduhkan punggungnya pada seluruh kru restoran. Tapi Pak Manager restoran malah memelototinya. Ia marah-marah. "Radit itu baju seragam kerja, bukan baju nonton konser."

Di belakang semua itu seluruh kru restoran tertawa puas dan menyumpahinya dengan jahat.

Tentu saja, selama aku bekerja di restoran Plaza Indonesia, selebritis yang paling mengguncang para pengunjung mall adalah kedatangan Victoria Beckham beberapa waktu lalu. Kunjungannya kemari bukan buat belanja atau sekadar nongkrong di mall belaka. Sepertinya ia telah dinobatkan sebagai brand ambassador dari sebuah merek tas atau fashion ternama. Banyak wartawan yang meliput istri pesepak bola tersebut. Para pengunjung mall yang biasanya tak peduli dengan status selebritis seseorang mendadak menjadi norak seperti kami. Bahkan beberapa selebritis lokal yang juga ikut diundang dalam acara ini tak mau ketinggalan berfoto bersamanya seolah-olah berdiri di sebelah Victoria Beckham menjadi kebanggaan tersendiri dan mampu mendongkrak level popularitasnya. Sementara hampir semua temanku di restoran ini malah sama sekali tak tahu siapa itu Victoria Beckham. Mereka hanya mengangguk-ngangguk tak yakin saat disebutkan bahwa ia adalah istrinya David Beckham.

Kehebohan yang diciptakan Victoria Beckham pun membuka pintu pikiranku; di rumah-rumah gedongan televisi pasti hanya menyiarkan saluran-saluran luar negeri. Padahal menurutku, yang semasa remaja dulu suka nonton MTV, ketenaran Victoria Beckham di negaranya tak jauh beda dengan jenis kepopuleran yang disandang penyanyi dangdut yang sempat aku tabrak itu.

Dari kejadian-kejadian unik selebritis tersebut, yang membuatku takjub adalah, meski sering dikunjungi para pesohor negeri, restoran ini tak pernah memasang spanduk dengan tulisan-tulisan besar bahwa para selebritis juga suka makan di sini atau memajang foto mereka yang sedang makan di sini di dinding-dinding restoran seperti semua rumah makan di luar sana.

Begitu vokalis band yang didamba-damba itu selesai makan, kegemasan para pramusaji perempuan menjadi-jadi. Dengan takut-takut, berusaha memberanikan diri, mereka memanggil nama vokalis itu setelah habis-habisan berusaha mengingat siapa namanya. Mereka mendekat dan mengungkapkan maksud tujuannya untuk minta foto bersama sebagai kenangan-kenangan sekaligus hiburan setelah lelah bekerja. Mereka berteriak girang begitu sang vokalis bersedia foto bersama. Mereka segera berebutan memegang tangan vokalis tersebut dan berusaha berdiri tepat di sebelahnya. Vokalis itu terlihat bahagia. Ada sekumpulan orang yang menyapa dan minta foto bersama membuktikan bahwa ia cukup dikenal. Ia belum benar-benar dilupakan meskipun band tempat ia bernaung cukup lama tak muncul di layar televisi. Semuanya tersenyum gembira begitu beberapa jepretan foto dilemparkan. Sementara Pak Manager hanya bisa geleng-geleng kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun