Mohon tunggu...
Fajriatussyafaah
Fajriatussyafaah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication

Panggil aku shesha cantik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Covid, UMKM Daerah Pariwisata Terancam Gulung Tikar

20 Juni 2021   21:05 Diperbarui: 20 Juni 2021   21:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: dokumentasi pribadi

Kehadiran virus pandemi Covid-19 ternyata punya dampak yang sangat besar terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, utamanya pada bidang ekonomi.  Ketidaksiapan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi virus Covid-19 menciptakan kondisi dan suasana yang kacau. Hal ini disebabkan penyebaran virus Covid-19 sangatlah cepat dan massif, sedangkan fasilitas kesehatan sangatlah terbatas. Sehingga mau tidak mau Pemerintah harus membatasi mobilitas masyarakat melalui kebijakan-kebijakannya. Di sisi lain, perekonomian harus terkena imbas dari pembatasan mobilitas tersebut.

Salah satu kebijakan pembatasan mobilitas tersebut diwujudkan melalui penutupan tempat-tempat wisata atau rekreasi. Tentu dari pentupan tersebut seluruh pihak baik instansi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya harus mengalami kerugian. Kerugian yang dialami masyarakat utamanya ialah yang menggantungkan pendapatannya melalui penjualan produk atau jasa dari para
wisatawan. Sebab dari para wisatawan lah pendapatan mereka berasal, jika tempat wisata atau  rekreasi ditutup maka artinya sumber pendapatan mereka pun berkurang.

Rukhayyah (70) adalah satu dari sebagian masyarakat yang juga turut menggantungkan pendapatannya dari wisata Pemandian Air Panas Guci Tegal Jawa Tengah. Rukhayyah atau yang biasa disapa dengan Mbah Awu ini berjualan rengginang setiap harinya di tempat wisata tersebut. Ketika Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan untuk menutup tempat wisata tersebut, imbasnya pendapatan beliau menjadi menurun. "Mau gimana lagi, kalau tempat wisata ditutup ya saya harus berjualan keliling menjajakan rengginang ini. Kalau tidak, saya dapat uang darimana? Meskipun harus diakui kalau jualannya di tempat wisata bisa lebih banyak penghasilannya" ujar Mbah Awu saat ditanya tentang imbas penutupan wisata Pemandian Air Panas Guci terhadap penghasilannya.

Wisata Pemandian Air Panas Guci sendiri terletak di Jl. Objek Wisata Guci, Kalengan, Guci, Bumijawa, Tegal, Jawa Tengah. Luas wilayahnya sendiri sekitar 200 ha, terdiri dari beberapa tempat pemandian. Yang paling terkenal ialah pemandian Pancuran 13, disebut pancuran 13karena di sana terdapat 13 buah pancuran yang mengeluarkan air panas. Selain pancuran 13 ada
juga pancuran tujuh dan pancuran lima. Mbah Awu mengaku bahwa dirinya sudah berjualan di tempat wisata tersebut sekitar 5 tahun. Selama kurun waktu tersebut beliau tetap tekun berjualan rengginang. Namun sebelum menempati wisata tersebut, Mbah Awu sudah 9 tahun berjualan rengginang dengan cara keliling. "Dulu saya menjajakan rengginang ini dengan keliling, mungkin sudah terhitung sekitar 9 tahunan. Lalu karena fisik saya sudah mulai lemah dan tidak kuat untuk berkeliling akhirnya saya memutuskan untuk mencari tempat di Wisata Pemandian Air Panas Guci. Kalau ditanya kapan
mulai menempatinya saya lupa, tapi kurang lebih sudah lima tahunan saya disitu" ucap Mbah Awu ketika menceritakan pengalaman hidupnya saat berjualan rengginang.

Untuk kisaran wanita yang umurnya 70 tahunan, Mbah Awu termasuk orang yang telaten dan ulet dalam membuat rengginang. Beliau harus bangun pagi gelap untuk berbelanja bahan baku rengginang ke pasar, lalu setelah itu beliau mulai memasak dan memproduksi rengginang. Setelah agak siang beliau jemur rengginang mentah dan menitipkan kepada anaknya. Lalu beliau pergi ke tempat wisata sekitar pukul 11. 00 siang membawa dagangannya.Dengan tangannya sendiri, Mbah Awu mampu memproduksi rengginang 5 kilogram setiap harinya. Meskipun pendapatan dari menjual rengginang tidak banyak tapi beliau sangat mencintai pekerjaan yang sudah digelutinya selama kurang lebih 14 tahun tersebut.  Produk yang dijual pun tidak hanya rengginang matang, tapi dia juga menjual produk rengginang mentah untuk digoreng dan dimasak sendiri di rumah masing-masing.

Semenjak Covid-19 pendapatannya menurun sekitar 35-55% dari biasanya, Mbah Awu tetap memproduksi rengginang namun tidak sebanyak hari-hari biasanya.  Pembelinya pun hanya sekitar rumah yakni para tetangga-tetangga nya sendiri. Kadang-kadang Mbah Awu juga harus berkeliling sebentar jika tidak ada pembeli yang datang ke rumahnya. "Kalau untuk produksinya saya sendirian mbak, sehari bisa 5kg lah. Saya jual yang sudah digoreng dan juga jual yang masih mentahan. Semua anak saya sudah punya kesibukan dan pekerjaan masing-masing. Cuman kadang saya nitip kalau jemur rengginang takutnya waktu ditinggal jualan ke wisata itu hujan. Kalau hujan nanti malah saya yang rugi. Untungnya mereka pengertian dan mau" tutur Mbah Awu saat ditanya proses produksi rengginang.

Ketika pandemi datang, Mbah Awu sempat mengalami kebingungan. Beliau tidak diberikan kejelasan informasi terkait penutupan wisata tersebut. Beliau berharap tempat wisata tersebut segera dibuka. Karena jika tidak, maka beliau harus kembali menjajakan dagangannya dengan berkeliling seperti dulu lagi. Jika mendengar dari kisah Mbah Awu ini, kita dapat melihat bahwa perjuangan masyarakat dalam meningkatkan ekonomi sangatlah tinggi. Namun sebab adanya kebijakan-kebijakan penutupan wisata maka sebagian masyarakat yang menggantungkan pendapatannya dari situ harus memutar otak sembari menunggu tempat wisata dibuka kembali.

Dalam kondisi dan suasana yang serba tidak menentu seperti itu, masyarakat berharap dari pemerintah punya kebijakan yang tidak hanya mengepentingkan kesehatan, tapi juga harus memandang sisi kemanusiaan dan ekonomi. Bantuan uang tunai dan sembako seharusnya bisa menjadi opsi bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas tersebut. "Awalnya saya bingung, kenapa tempat wisata tutup tiba-tiba. Setelah saya tau karena adanya pandemi, saya akhirnya ikhlas. Alhamdulillahnya pemerintah mau memberikan bantuan sembako dan uang tunai yang bisa bantu-bantu sedikit lah dari kesusahan kami. Dan juga alhamdulillah sekarang wisata sudah mulai dibuka kembali meskipun harus mematuhi prokes dan jumlah wisatawan sangat dibatasi. Setidaknya saya tidak harus berkeliling lagi" ujar mbah Awu di akhir wawancara.

Melihat perekonomian yang terus morosot dan perkembangan Covid-19 yang sudah melandai berkat adanya vaksinasi, akhirnya Pemerintah mulai berani untuk sedikit melonggarkan kebijakankebijakan pembatasan mobiiltas. Kini tempat wisata sudah diperkenankan buka kembali namun tetap harus memenuhi protokol kesehatan yakni memakai masker, menjaga jarak, dan membatasi jumlah pengunjung. Diharapkannya dari adanya pelonggaran tersebut, perekonomian dapat mulai pulih kembali seperti sedia kala. Mbah Awu dan masyarakat yang menggantungkan pendapatannya dari tempat wisata atau tempat rekreasi pun dapat kembali bekerja seperti semula. Dengan begitu, ada keseimbangan antara sisi ekonomi, kemanusiaan, serta kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun