Istilah film dokumenter pertama kali diperkenalkan oleh Robert Flaherty pada 8 Februari 1926. Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan suatu kejadian atau kenyataan dan fakta. Dalam cerita film dokumenter, tidak ada unsur fiktif yang sengaja dibuat demi mendramatisir alur ceritanya. Film dokumenter sering dijadikan media kritik sosial dengan memotret hal-hal kelam yang tak mungkin ditampilkan di genre film lain. Film dokumenter merepresentasikan kenyataan, menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.Â
Lain hal dengan yang dibahas dari kajian Hipersemiotika yang dikembangkan oleh Umberto Eco. Hipersemiotika adalah kajian ilmu yang mempelajari tanda dengan representasinya di dalam kehidupan sosial masyarakat yang maknanya melampaui batas realitas. Hipersemiotikan menjelaskan bahwasanya ada tanda ekstrim (supeerlative sign) atau tanda yang diedit atau diberi efek.Â
Dalam film dokumenter memang membawakan data dan fakta sesuai apa yang terjadi. Namun, pada akhirnya tetap saja akan ada keberpihakan pembuat film dokumenter. Meskipun cuplikan yang ada di film dokumneter itu sesuai apa adanya, tetapi menurut Hipersemiotika tetap ada cuplikan yang diedit dalam film dokumenter.Â
Pada akhirnya, film dokumenter juga ada cuplikan yang merepresentasikan pembahasan tertentu. Sehingga film dokumenter tidak murni menampilkan apa adanya. Ada proses editing, dramatisasi, dan proses merepresantasikan sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H