NAMA : Fajjrul Nur Ilham (1311800114)
M.Samsul Q.B (1311800093)
Mata Kuliah : Hukum Perencanaan Perundang-undangan
Fakultas Hukum
Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya
Pembahasan :
Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dipandang sebagai suatu langkah yang progresif oleh sejumlah pihak di tengah keresahan akan tingginya kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.
Sepenuhnya tidak ada yang salah pada peraturan ini namun, pada pasal 5 dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi terdapat masalah yang banyak di bicarakan di media sosial tentang aturan ini karena frasa terkait “ persetujuan korban “ atau yang juga dikenal dengan istilah “ consent “. bahwa frasa “tanpa persetujuan korban” dia maknai sebagai “pelegalan kebebasan seks”.
Kesimpulan :
Dari sini dapat ditarik kesimpulan tantang aturan ini ,yang sebenarnya terjadi adalah terdapat kekosongan hukum mengenai pemaknaan frasa diatas “ dengan persetujuan “ yang membuat gaduhnya aturan ini di masyarakat ,karenanya ada yang berprespektif mengenai aturan ini tentang pelegalan seks bebas di lingkungan kampus .
Menurut kami peraturan perundang undangan yang dibuat oleh Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) Republik Indonesia, Nadiem Makarim tidak berdasar kepada Pasal 5 undang undang no12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Huruf f yang berbunyi :
“Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya”.
Sehingga banyak masyarakat yang berprespektif bahwa undang undang tersebut berisi pelegalan tentang perbuatan asusila dan seks bebas dengan syarat persetujuan korban namun kenyataannya bukan begitu konsep consent yang tercantum pada Permendikbud tidak serta merta bisa diartikan sebagai upaya melegalkan perzinaan pada Judulnya saja pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, tidak mungkin pemerintah membuat aturan yang menyesatkan masyarakat banyak kan logikanya ,maka dari itu mentri / pemerintah dapat melakukan menjelaskan maksud dari consent tersebut di seluruh media agar tidak terjadi penyelewengan makna suatu aturan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H