Mohon tunggu...
Fajar Yudo
Fajar Yudo Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apakah Revolusi Budaya Harus Segera di Laksanakan?

20 Agustus 2010   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa melakukan demostrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi......, berakhir ricuh.

Penertiban bangunan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja........,mendapatkan perlawanan oleh masyarakat setempat, berakhir ricuh.

Demostrasi damai yang dilakukan oleh mahasiswa di depan gedung negara........, berakhir ricuh.

(potret demonstrasi pada akhir-akhir ini yang selalu berakhir ricuh)

Memang......

Akhir-akhir ini kita selalu disuguhkan oleh media, beberapa tindak kekerasan yang kerap melanda tanah air kita. Dari kerusuhan antara Satpol PP melawan warga di Tanjung Priuk, Kerusuhan antar etnis yang terjadi di daerah Kosambi (Jakarta Barat), kerusuhan di Bekasi, dan demonstrasi-demonstrasi di berbagai daerah di nusantara, yang semuanya berakhir dengan ricuh.

Mengapa semua ini terjadi? Apa yang menyebabkan masyarakat kita selalu berbuat anarkis dalam setiap penyelesaian masalah?

Menengok kebelakang....

Pada saat orde lama, masa perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diplokamirkan pada Tanggal 17 Agustus 1945, dimana pada saat itu adalah masa transisi bagi Indonesia, karena masih adanya perlawanan melawan tentara sekutu dan Belanda yang mencoba untuk kembali menjajah bangsa kita, serta adanya beberapa pembrotakan-pembrontakan dari dalam negeri membuat negeri ini belum sepenuhnya Merdeka, tetapi dengan dilandasi semangat sumpah pemuda pada tahun 1928, dan ditunjang oleh rasa nasionalisme yang tinggi dan mempunyai penderitaan yang sama, senasib seperjuangan, dan keinginan untuk bebas dari belenggu penjajah (MERDEKA), menandakan bahwa rakyat kita pada waktu itu (baca= 1945) mempunyai satu Persatuan dan Kesatuan yang kuat.

Saat Orde Baru, meski rakyat kita dibungkam oleh suatu rezim, dengan kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat yang sangat dibatasi oleh permerintah saat itu, tetapi semangat kegotong-royongan atau kebersamaan itu masih ada. Masih ingat dibenak kami pada waktu sekolah kita selalu mengikuti penataran P-4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila) yang menurut kami pada waktu itu sangatlah membosankan, tetapi dalam pandangan kami saat ini,penataran P-4 perlu dilaksanakan lagi. Mengapa?

Dalam penataran P-4 kita diajari untuk selalu displin, mulai bangun pagi hari, mengikuti latihan baris-berbaris, makan siang bersama, sholat bersama, dihukum bersama-sama, dan jam pulang pun kita harus selalu bersama-sama. Disamping dalam penataran P-4 kita tahu apa itu Pancasila, Undang-undang dasar 1945, GBHN, dan profil para pejuang kita.

Menurut pandangan kami, kita dapat memetik dari pelajaran latihan baris-berbaris, yang mempunyai filosofi, kerapihan, kebersamaan, keselarasan, ketangkasan, dan untuk melatih kekuatan mental kita.

Bandingkan dengan saat ini (era reformasi)

Dalam era pimpinan (Presiden Habibie, Gus Dur, Maupun Megawati) kami dapat menyebutnya dengan masa transisi, karena dari Presiden Habibie hingga Presiden Megawati, waktu menjabat hanya kurang lebih 5 tahun, dan pada waktu itu adalah masa dari keterbelengguan masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan berbicara, menjadi awal kebebasan yang tambah keblabasan (baca = terlalu bebas).

Revolusi budaya yang sangat perlu untuk segera dilaksanakan.

Tetapi saat ini kareteristik dari rakyat kita sudah jauh berbeda,

Dulu masyarakat Indonesia terkenal dengan kegotong-royongan atau kebersamaannya,

Saat ini, rakyat kita sudah menjadi individu, karena kita hidup dalam sebuah paham liberalisme, yang menganggap kapital (permodalan) sebagai status dari kemampuan seseorang dalam sebuah lingkungan.

Lihat saja, saat ini segalanya (harga) ditentukan oleh mekanisme pasar, pemerintah sudah tidak mampu lagi mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok maupun rupiah yang makin lama makin tidak ada nilainya.

Saat ini, dalam kita bernegara selalu ada perbedaan atau diskriminasi, dimana yang kuat (baca= Orang kaya) dapat dengan seenaknya mengatur pola hidup bangsa kita.

Contoh : pelayanan umum, seperti mengurus SIM, STNK, dan lain-lain,seseorang yang mempunyai uang lebih (baca=menyuap petugas) selalu mendapatkan tempat yang terdepan (baca=tidak antri). Memang ini adalah budaya jelek sejak orde baru yang hingga kini belum bisa dihentikan.

Contoh lain : seseorang yang mempunyai kekuatan uang berlebihan dapat mengatur segalanya di Bumi Indonesia, seseorang calon gubernur, walikota atau bupati, yang jika mereka kalah dalam pemilihan umum daerah, mereka bisa mengatur massa untuk melakukan demostrasi, dalam upaya menggagalkan pemenang pesta demokrasi.

Dulu masyarakat kita mengutamakan musyarah untuk mencapai kata mufakat (demokrasi)

Saat ini, Demokrasi hanyalah sebagai slogan, demonstrasi masih menjadi idola masyarakat kita saat ini untuk mencapai segala tujuan maupun cita-citanya.

Ya, pergesaran budaya telah terjadi, dari kegotong-royongan atau kebersamaan menjadi masyarakat individualis.

Dari musyawarah untuk mencapai mufakat (demokrasi) menjadi demostrasi.

Saat ini persatuan dan kesatuan juga sedang terancam, bahkan institusi hukum seperti Kepolisian, KPK serta Kejaksaan sudah mengalami keretekan persatuan dan kesatuan antar personilnya.

Pesan kami : kita boleh kehilangan 65 tahun Kemerdekaan ini, tetapi mulai hari ini kita harus kembali berjuang untuk membangun bangsa Indonesia ini, demi anak-cucu kita nanti.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun