Siang hari yang terik itu sehabis menyelesaikan ujian tengah semester (uts), dipintu depan gerbang kampusku terlihat ramai. Aku dan beberapa temanku-pun bergegas untuk melihat, sebenarnya ada apa, karena tumben suasana ujian yang biasanya sunyi-senyap menjadi gegap-gempita, bagai suasana dalam stadion.
Ternyata, mereka meneriakan yel-yel, Rakyat pasti menang, pasti menang, pasti menang. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan, rakyat bersatu turunkan Soeharto (Presiden RI ke 2), seret, seret, seret, hu.
Suara yang semakin lama semakin menggema, membuat suasana kampus menjadi semakin panas oleh banyaknya massa yang berjubel baik dari kalangan mahasiswa, rakyat disekitar kampus, dan pasukan baret ijo yang lengkap dengan laras panjang membuat suasana semakin mencekam.
Itulah sekilas peristiwa lengsernya presiden soeharto serta jatuhnya rezim orde baru dan berganti dengan sebuah era yang oleh kami sebut sebagai era reformasi atau pembaruan.
12 tahun sudah reformasi berlalu, dari demo yang awalnya menentang kenaikkan bahan bakar minyak dari 800 rupiah menjadi 1200 rupiah dan diturunkan karena adanya gejolak kerusuhan Mei 1998 menjadi 1000 rupiah dan pada akhirnya lewat tangan-tangan cerdik para punggawanya (tokoh nasional) merembet ke ranah politik untuk menarik simpati rakyat melengserkan presiden Soeharto.
Membuka tabir reformasi, yang kami pikir malah membawa negara Indonesia ini ke jurangan kehancuran, sebenarnya reformasi ini awalnya untuk apa dan siapakah yang mempunyai kepentingan dari peristiwa ini?
Kembali ke masa lampau, mengenal sejarah Republik Indonesia, mulai dari sejarah kerajaan Singosari hingga ke masa jayanya kerajaan Majapahit,hingga Kerajaan Mataram.
Kita tilik sejarah kerajaan Singosari, yang diawali oleh terbunuhnya seorang Adipati Tunggul Amentung oleh seorang Ken Arok yang konon dalam sejarah dapat dikatakan seorang preman, dan akhirnya berdirilah sebuah kerajaan yang dinamai Singosari yang terletak di Kecamatan Singosari, di Kota Malang. Setelah Ken Arok berkuasa, dia akhirnya menebus karmanya dengan dibunuh oleh anak Tunggul Amentung dengan Ken Dedes yang bernama Anusopati.
Pertumpahan darah untuk merebut kekuasaan dan balas dendam akhirnya menjadi tren di negeri Singosari, Anusopati-pun akhirnya terbunuh oleh Toh Joyo anak Ken Arok dengan Ken Umang, hingga akhirnya kerajaan Singosari dipimpin oleh Raja terakhirnya bernama Kertanegara, yang berakhirnya kerajaan ini karena invasi dari kerajaan Kediri.
Tidak lama kerajaan Kediri berkuasa, akhirnya kerajaan ini runtuh juga oleh serangan pasukan dari kerajaan Mojopahit yang dibantu oleh pasukan Tar-Tar dari Mongol.
Kerjaaan Mojopahit didirikan oleh Raden Wijaya dan turun tahta kepada anaknya yang bernama Jayanegara (kala gemet) atau dapat diartikan masa suram kerajaan Majapahit, karena dipenuhi oleh banyaknya pembrontakan para punggawa kerajaaannya dari Adipati Tuban Ronggolawe, Lembu Sora, Nambi (Sumenep, Madura) hingga Kuti, yang menyebabkan terbunuhnya Jayanegara dengan seorang tabib yang bernama Tanca, dan munculnnya seorang prajuit yang bernama Gajah Mada yang kelak menjabat mahapatih pada era Raja Hayam Wuruk dan membawa kejayaan kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa (mempersatukan nusantara).
Ya, bangsa kita selalu mengulang sejarah tapi tidak mau belajar dari sejarah untuk memajukan negeri ini.
Lihat bagaimana Presiden Soekarno jatuh oleh mahasiswa yang akhirnya kita kenal dengan eksponen atau angkatan 66, kita pasti tahu beberapa aktivisnya akhirnya menjadi pembantu setia Presiden Soeharto, hingga runtuhnya sang Jendral bintang lima (Soeharto)Â oleh dahsyatnya aksi mahasiswa juga yang kita kenal dengan para pejuang reformasi.
Pesan kami : berbuatlah kebaikkan didunia ini, anda mau berbuat curang dan keburukan di dunia ini ? ingat KARMA.
Seingat kami sejak presiden Soeharto jatuh dan diganti oleh BJ habibie yang juga tidak lama menjabat karena dijatuhkan oleh Sidang Istimewa ditahun 1999, dan mengangkat presiden Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) yang ditengah jalan digulingkan juga dan digantikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri (putri presiden Soekarno) sampai tahun 2004, dan berlangsungnya pertama sejak tumbangnya orde baru pemilihan presiden dan wakilnya langsung oleh rakyat dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY) hingga saat ini.
Kita tahu saat ini reformasi telah berhenti bahkan mati, para tokoh yang dahulunya berada dibelakang para mahasiswa sekarang asyik berlomba ingin mencapai tujuannya untuk menjadi penguasa di negeri ini.
Masih teringat dibenak kita, pada tahun 1999 mereka (tokoh nasional) beramai-ramai membentuk partai, dengan dalih menyelamatkan rakyat, mengentas negeri ini dari keterpurukan, tetapi rakyat semakin lama semakin tertindas saja.
Dalam benak kami, para tokoh ini belajar sejarah bangsa ini dan belajar karakter masyarakat kita yang gampang terlena oleh sedikit harta (Bantuan Tunai Langsung), tapi hanya untuk mencari kekuasaan, bukan untuk membangun.
Sungguh jika kami ingat teriakan-teriakan rakyat pasti menang, rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan, betapa bodohnya kami dan mahasiswa saat itu, Bukankah menurut Undang-Undang Dasar kita kedaulatan ditangan rakyat dan jika rakyat bersatu apakah tidak semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ini?
Reformasi yang harusnya menjadi tonggak pembaruan tetapi malah menjadi tonggak kehacuran, lihat saja karena otonomi daerah saat ini daerah-daerah bagai kerajaan kecil, bahkan seorang Walikota/Bupati dipanggil presiden-pun lebih asyik rapat dengan Dewannya, dengan alasan ini negeriku(Kotamadya/Kabupaten), engkau urusi negerimu (Indonesia).
Bagaimana negeri mau aman, sistem pertahanan militer yang dibentuk oleh presiden Soeharto, yang saat itu seorang kepala desa (Lurah) dijabat oleh militer (kebanyakan Angkatan Darat), dianggap sebagai penggalangan kekuatan untuk melanggengkan kekuasaan.
Ingat Angkatan Darat menurut pengamatan kami diajari Teretorial, mereka bisa meredam gejolak yang membahayakan dan merugikan negara, bahkan babinsa (bintara pembina desa) ikut-ikut dibubarkan karena tidak sesuai dengan keadaan jaman.
Bahkan karena suatu keserahkan perusahaan telekomunikasi yang menyimpan berbagai informasi negeri ini, ikut diprivatisasi (dijual) ke negeri orang (Singapura) dan pada akhirnya dijual lagi ke Qatar, yang pasti sudah menuai untung.
Susah, dinegeri kami orang tidak ngerti bidang ini tapi berani menjalankan suatu kebijakan yang malah merugikan negeri kami, filosofi seseorang membangun pagar adalah untuk melindungi rumah tersebut dari ancaman, jika pagar tersebut sudah tidak layak, sepatutnya diperbaiki perlahan-lahan untuk mencari pagar yang dianggap layak sebagai pengganti pagar lama.
Akibatnya...
Kerusuhan dimana-mana melanda negeri ini, teroris begitu mudahnya meledakan bom dinegeri kami, demonstrasi sudah menjadi tradisi (pengganti demokrasi), dan Anarki selalu menjadi kehidupan sehari-hari dinegeri ini.
Sebenarnya reformasi ini hanyalah sebuah slogan yaitu pembaruan kekuasaan saja.
Seharusnya..
Kembalikan azas demokrasi negeri kami, demokrasi yang sesuai dengan hati rakyat, bukan demokrasi akal-akalan yang sudah engkau (para petinggi negeri ini) jalankan.
Kembalikan sawah-sawah kami, untuk lumbung pangan kami.
Bersihkanlah sungai kami, dari limbah-limbah yang mencemari sungai kami.
Berdayakan kami dengan sumber daya, alam peninggalan orang tua (pahlawan) kami.
Wahai pimpinan negeri ini, jangan lagi engkau berdusta pada rakyat kami.
Ingat suara rakyat adalah suara Tuhan.
Wahai Tuhan, bersihkanlah hati pimpinan negri kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H