Guru merupakan pilar utama dalam membangun peradaban bangsa, memainkan peran penting dalam mencetak generasi yang kompeten, berkarakter, dan bermoral. Namun, di Sumatera Barat, kesejahteraan guru masih menjadi isu utama yang memerlukan perhatian serius.
Tantangan Kesejahteraan Guru
Dalam budaya Jawa, guru digambarkan sebagai digugu lan ditiru---dipercaya dan dijadikan teladan. Namun, realitas di lapangan sering kali tidak mencerminkan penghargaan yang setimpal terhadap profesi ini. Beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh guru di Sumatera Barat meliputi:
1. Kesejahteraan Ekonomi yang Minim
Banyak guru honorer di daerah terpencil menerima upah di bawah standar, sementara akses terhadap jaminan sosial seperti asuransi kesehatan masih terbatas. Janji pemerintah untuk memberikan tambahan gaji sebesar Rp2 juta per bulan bagi guru belum terealisasi dengan baik, menimbulkan ketidakpastian dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Status Honorer yang Tidak Pasti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menghapuskan status tenaga honorer, menggantinya dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, prosedur seleksi yang ketat dan tidak mempertimbangkan pengalaman pengabdian menjadi hambatan besar bagi banyak guru honorer yang telah lama mengabdi.
3. Kurangnya Perlindungan Hukum
Guru sering kali menghadapi ancaman hukum dalam menjalankan tugas mendisiplinkan siswa. Regulasi perlindungan anak, seperti Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2014, sering kali berbenturan dengan tanggung jawab guru dalam mendidik moral siswa, membuat mereka ragu untuk bertindak tegas.
4. Kesenjangan Antara Guru Tetap dan Honorer
Guru honorer, meskipun menjadi tulang punggung pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), tidak mendapatkan insentif atau perlakuan yang adil dibandingkan dengan guru tetap.