Mohon tunggu...
Fajar Widyasmono
Fajar Widyasmono Mohon Tunggu... -

Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Nasibmu Din, Din...

24 September 2013   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:27 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makasih bang,... ucapnya setelah aku memberikan pecahan dua ribuan. Dengan cekatan ia melanjutkan pekerjaan yang baru digelutinya selepas lulus sma. Pekerjaan ini sudah tidak asing baginya karena ayahnyapun seorang juru parkir. Ia sekarang bisa melanjutkan pekerjaan orang tuanya, ya udin memang tidak diijinkan oleh orang tuanya untuk membantunya sebelum lulus SMA, sekarang ia sudah lulus dan orang tuanya tidak mempunyai kemampuan untuk melanjutkan sekolahnya. Jadilah sekarang ia mengambil beban dari pundak ayahnya karena ia memang anak laki-laki satu satunya.

10 tahun lalu di sebuah lapangan basket seorang anak meliuk-liuk melewati 2-3 orang yang posturnya lebih besar darinya,  setelah itu ia langsung berhadapan dengan penjaga gawang, ya penjaga gawang anak ini bukan sedang bermain basket tapi bermain bola plastik dengan gawang yang dibuat dari bambu. Aku berfikir anak ini ingin menembak langsung karena aku yakin dengan mudahnya ia bisa mencetak gol tapi setelah itu ia menendangnya tapi tidak ke gawang, penjaga gawang yang sudah siap2 menutup tendangannya terkecoh bola itu diumpang ke tengah dimana kawan satu timnya sudah menunggu tentu saja dengan mudahnya dia mencocor bola itu ke gawang. Mantap din .... si pencetak gol mengelus kepala si pengumpan yang tingginya hanya sebahunya, makasih bang.... jawabnya sambil tersenyum. ya dialah si Udin si juru parkir yang aku temui di depan sebuah mini market tempo hari.

Dulu sepulang kerja aku memang sering duduk-duduk sambil melepas lelah dekat lapangan basket tempat si udin dan kawan-kawannya yang usianya rata-rata di atas si udin bermain bola plastik. Aku merasa terhibur dengan aksi-aksi mereka terutama si udin kalau dia sudah meliuk-liuk mengingatkan aku pada sang maestro diego Maradona, tubuhnya yang kecil melewati 3-4 orang yang tubuhnya lebih besar persis seperti sang maestro ketika membobol gawang inggris. Pada saat itu aku sempat berfikir bahwa anak ini punya bakat dan sayang jika tidak dikembangkan tapi apa yang bisa kulakukan ayahnya hanya seorang juru parkir yang penghasilannya pas-pasan, di tengah penatnya kota Jakarta ini sepakbola yang harusnya olahraga rakyat ternyata hanya bisa dimainkan oleh orang-orang yang tertentu yang berkecukupan  yang punya ambisi menjadikan anaknya pesepakbola profesional walaupun belum tentu si anak menyukainya atau dipaksakan walaupun si anak kurang memiliki bakat dalam bermain sepakbola.

Udin sekarang mungkin seusia dengan evan dimas dan ilham udin, ahh andai kau hidup di pelosok din yang SSB nya ga semahal di Jakarta, mungkin kau bisa menjadi satu diantara mereka dengan penuh kebanggaan mengangkat trophi AFF u-19.

Nasibmu din..din....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun