Mohon tunggu...
Fajar Syahlillah
Fajar Syahlillah Mohon Tunggu... -

Penikmat sepi. Pecandu kopi. Pejuang hak asasi. Pengagum puisi. Pemain diksi. Saya bisa dihubungi di fafha.ardiansyah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aborsi, Hak Perempuan yang Terus Jadi Perdebatan

2 Maret 2019   02:37 Diperbarui: 2 Maret 2019   02:54 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu di Hotel Santika Pandegiling, Surabaya, Sabtu 19 Januari 2019. Saya berada di dalam ruangan, belajar keberagaman. Sebelum dimulai, panitia meminta peserta workshop Serikat Jurnalis Keberagaman (Sejuk) berdiri di samping meja belajar. Lebih tepatnya berbaris. Saya menurutinya. Salah seorang pria melemparkan pertanyaan, "Siapa yang setuju dengan aborsi?"

Saya heran. Justru lebih banyak perempuan yang melangkah ke depan. Itu pertanda kalau mereka setuju. Padahal, jika merujuk pada Pasal 194 UU Kesehatan di Indonesia, aborsi dilarang. Bahasa hukumnya ilegal. Bisa dipidana penjara 10 tahun. Dendanya pun tak main-main, mencapai Rp1 miliar. Tapi, lebih mengerikan di El Salvador. Perempuan pelaku aborsi bisa terjerat hukuman penjara hingga 30 tahun.

Sebenarnya, aborsi boleh di Indonesia. Syaratnya kedaruratan medis. Karena mengancam nyawa ibu dan janin. Serta bagi korban pemerkosaan.

Hal yang sama juga terjadi di beberapa negara. Bahkan, ada yang melegalkan. Di Singapura, aborsi sudah legal. Diatur dalam statuta Termination of Pregnancy Act. Pada 2012, Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura mencatat ada sekitar 110,624 aborsi legal. Hanya 6,431 di antaranya adalah warga negara Singapura.

Kenapa di Indonesia tidak bisa seperti Singapura, atau Argentina yang RUU legalitas Aborsi telah disetujui beberapa waktu lalu?

Karena semua hal di Indonesia masih dipandang secara moral dan agama. Tidak menyalahkan. Saya juga sejak kecil hingga tumbuh dewasa dicekoki materi itu. Bicara Hak Asasi Manusia (HAM) hanya sebatas undang-undang saja. Tak pernah ada pandangan terhadap HAM.

Saya mendapat pengetahuan baru dari beberapa perempuan yang maju ke depan. Mereka menyerukan setuju legalisasi aborsi. Alasannya dasar, karena perempuan punya hak atas tubuhnya. Perempuan berhak memilih menghentikan atau melanjutkan kandungannya. Mereka berhak menjaga bentuk tubuhnya. Tentunya dengan prosedur kesehatan dan tata cara aborsi sesuai medis.

Banyak korban pemerkosaan. Banyak juga karena pergaulan bebas. Atau malah hubungan pasangan suami istri (pasutri) yang sejatinya tidak ada niatan untuk membuat buah hati. Kalau memang itu memungkinkan diaborsi, dengan usia janin yang masih belia. Di bawah empat bulan, harusnya bisa dan berhak perempuan mengaborsi atas kehendaknya sendiri.

Sayangnya, perbuatan aborsi di Indonesia masih menganggap hal tersebut menyimpang. Hasilnya perempuan melakukannya secara diam-diam. Ada yang mengkonsumsi jamu, obat-obatan, bahan kimia hingga buah yang tidak dianjurkan saat masa kehamilan. Yang bahaya bukan hanya janin. Nyawa perempuan itu pun terancam.

Meski ilegal, nyatanya praktik aborsi masih sering dilakukan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2008, 21,6 juta perempuan di seluruh dunia menjalankan aborsi ilegal setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 18,5 juta di antaranya terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Nah, karena masih ilegal. Sebaiknya, sebelum hubungan seks menggunakan alat kontrasepsi. Daripada melakukan hal yang menyimpang. Sudah sakit, bisa dipenjara pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun