Arga menggeleng pelan, matanya mulai basah. "Kau pergi tanpa penjelasan, Lara. Kau menghancurkanku."
"Aku sakit, Arga," ucap Lara akhirnya. "Waktu itu, aku didiagnosis dengan penyakit yang tak bisa disembuhkan. Aku tahu, jika aku tetap di sini, aku hanya akan menjadi beban untukmu. Aku tak ingin kau melihatku perlahan-lahan menghilang. Aku ingin kau mengingatku seperti ini, bukan sebagai seseorang yang lemah dan rapuh."
Mendengar itu, hati Arga hancur untuk kedua kalinya. "Jadi kau pergi... untuk melindungiku?"
Lara mengangguk pelan, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak ingin kau harus merawatku saat aku semakin memburuk. Aku ingin kau tetap hidup, tetap bahagia, meski tanpaku."
"Tapi kau salah, Lara," Arga bersuara pelan, hampir tak terdengar. "Aku lebih memilih bersamamu, menghadapi apapun itu, daripada hidup dalam penyesalan seperti ini."
Senja di langit semakin memudar, dan keheningan menyelimuti mereka. Lara menunduk, merasakan beban di hatinya semakin berat. "Aku minta maaf, Arga. Aku benar-benar minta maaf."
Arga menatap lurus ke arah cakrawala, air mata jatuh perlahan dari sudut matanya. "Kadang cinta itu bukan tentang selalu bahagia. Kadang, cinta itu tentang menerima luka, bersama-sama."
Mereka duduk dalam diam, membiarkan kenangan dan kata-kata yang tak terucap mengalir di antara mereka. Mungkin, luka di hati Arga tak akan pernah benar-benar sembuh, tapi untuk saat ini, hanya dengan berada di samping Lara, itu sudah cukup.
Angin malam mulai berhembus lebih dingin, tapi Arga tidak merasa kesepian lagi. Sebab meski ada luka yang sangat dalam, cinta yang pernah ada di antara mereka akan tetap hidup, di setiap senja yang mereka saksikan---di ujung pelabuhan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H