Mohon tunggu...
Fajar setiono
Fajar setiono Mohon Tunggu... Buruh - copywriter

Selalu bersyukur atas apa yang kita dapatkan.Jangan pernah menyerah sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan.Selalu semangat dan pantang menyerah!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rumah Itu Terbuka Sendiri

22 Agustus 2024   06:57 Diperbarui: 22 Agustus 2024   07:37 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


Sore itu, langit memerah, dan angin mulai berhembus dengan lembut, menandakan malam yang semakin dekat. Dimas, seorang mahasiswa yang sedang menjalani program kerja praktik di sebuah desa terpencil, memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi desa sebelum hari benar-benar gelap. Rasa bosan setelah seharian berkutat dengan tugas-tugasnya membuatnya ingin mencari udara segar.

Desa itu memang kecil, dengan rumah-rumah kayu yang berjajar rapi. Namun, di ujung desa, ada satu rumah yang berbeda. Rumah itu lebih besar, tetapi terlihat tua dan terabaikan. Dimas pernah mendengar cerita-cerita aneh tentang rumah itu dari warga desa, tapi ia tak terlalu memedulikannya. Baginya, cerita-cerita semacam itu hanya bumbu cerita rakyat yang tak perlu diambil serius.

Ketika berjalan melewati rumah tersebut, tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang aneh. Pintu rumah itu, yang biasanya tertutup rapat dan tampak enggan disentuh waktu, kini terbuka lebar. Dimas berhenti sejenak, memandang rumah itu dengan alis bertaut. "Mungkin angin," pikirnya sambil mengangkat bahu.

Namun, rasa penasaran mengalahkan akal sehatnya. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk mendekati rumah itu. Lagipula, kapan lagi ia bisa melihat isi rumah yang selama ini hanya bisa dilihat dari luar? Dengan langkah hati-hati, ia menaiki tangga kayu yang sudah mulai lapuk. Setiap langkahnya membuat suara berderit yang merambat hingga ke tengkuk.

Begitu sampai di ambang pintu, Dimas merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti tubuhnya, berbeda dengan suhu sore yang seharusnya hangat. Ia menelan ludah, berusaha menghilangkan rasa gugup yang mulai menyelinap. Di dalam rumah, ruang tamu terlihat seperti rumah-rumah tua pada umumnya---perabotan kayu berdebu, sofa usang, dan foto-foto keluarga yang sudah memudar warnanya.

Dimas melangkah masuk, mencoba melihat lebih jelas. Saat itulah, ia mendengar suara samar, seperti bisikan lembut yang datang entah dari mana. Suara itu seolah memanggil namanya, "Dimas..."

Jantungnya berdegup kencang. Ia berpikir untuk segera keluar, tapi sesuatu dalam dirinya memaksanya untuk tetap tinggal. Suara itu terus memanggil, semakin jelas dan semakin mendesak. Tanpa sadar, Dimas melangkah lebih dalam, menuju sebuah pintu di ujung ruangan. Ia membuka pintu itu dengan perlahan, dan di baliknya, ia menemukan sebuah tangga yang mengarah ke bawah---ke sebuah ruang bawah tanah.

Dimas ragu sejenak, tapi rasa penasaran yang tak terelakkan mendorongnya untuk turun. Tangga kayu itu terasa dingin di bawah kakinya, dan semakin ia turun, semakin gelap suasananya. Di dasar tangga, Dimas menemukan sebuah ruangan kecil dengan satu-satunya penerangan dari lilin yang hampir habis. Di tengah ruangan, ada sebuah cermin besar, dan di depannya, duduk seorang wanita tua dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya.

Wanita itu tidak bergerak, seolah tak menyadari kehadiran Dimas. Dengan hati-hati, Dimas mendekat. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan cermin itu---bukan hanya karena usianya yang terlihat tua, tapi karena bayangan Dimas tidak muncul di sana. Yang tampak hanyalah wanita tua itu, duduk dengan tenang dan tidak bergeming.

Tiba-tiba, wanita itu berbicara dengan suara rendah dan serak. "Apakah kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini, Dimas?"

Dimas terkejut, tapi ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa mengangguk perlahan. Wanita itu lalu mengangkat wajahnya, dan Dimas melihat mata hitam pekat yang seolah menembus jiwanya. "Mereka tidak pernah memberitahumu, bukan? Rumah ini... adalah rumahmu. Kau terjebak di sini karena kau tidak pernah bisa meninggalkan masa lalumu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun