"Kepada seluruh jama'ah agar meluruskan shaf-nya masing-masing." Ucap imam sebelum memulai shalat tarawih malam itu. Seluruh jama'ah pun meluruskan barisannya masing-masing. Melirik kedepan, kesamping, dan kebelakang, ketika dirasa sudah lurus, badannya ditegakkan.
Dadang berada di barisan ke-6, dengan mengenakan baju koko putih, sarung kotak-kotak ala ronda, sorban hijau di pundak kanan, peci hitam, dan juga mukanya yang berekspresi alim, lengkap dengan janggut nya yang keriting cukup panjang, membuatnya terlihat seperti seorang guru ngaji yang bijaksana, padahal faktanya dia masih duduk di kelas 3 SMA, dan pekerjaan sehari-harinya tak jauh seperti kebanyakan teman sebayanya.
Merasa sudah mantap, Dadang siap-siap takbir, tapi tiba-tiba anak seusia SD di sebelah kanannya menyuruh Dadang untuk mundur meluruskan barisan.
"Kak, munduran dikit, terlalu maju."
Tapi Dadang merasa sudah lurus, lalu dadang siap bertakbir lagi.
"Allahu A..." takbir Dadang terhenti lagi oleh anak tadi.
"Kak, dibilang terlalu maju kok belum mundur juga?"
Dengan lagak bingung, Dadang menjawab, "Kakak udah lurus barisannya, mau mundur gimana lagi, ntar orang dibelakang nyium pantat kakak?"
Sambil cekikikan, anak itu berkata, "Itu kak, he... maksudnya giginya yang mundur, soalnya terlalu maju, nanti offside, hihihi... vis!"
"Gobl... kampr... tuh anak!" gerutu Dadang.
Memang gigi Dadang termasuk gigi tongos. Sambil nyengir Dadang menutup mulutnya dan memulai shalat.
Cimahi, 28 Juli 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H