Seru juga walaupun kalah terus. Tak terasa hingga tengah hari aku bermain.
“Fik kamu harus kesini, ke rumah si Bagus, cepetan Fik, penting!” begitu isi SMS dari sahabatku. Kukira SMS dari si Bagus lagi.
Segera aku meminjam sepeda motor sepupuku dan meluncur menuju rumah Bagus. Sesampainya di sana aku disambut sahabatku dengan wajah datar.
“Fik, gakkan ada yang bakal ngehina kamu lagi.”
“Maksudmu, ada apa ini?”
“Aku dengar dari teman yang ikut rombongan si Bagus, tadi pagi mereka pulang, tapi tidak beriringan seperti waktu pergi; di vila sebelum pulang, Bagus nenggak minuman keras gitu; pas pulang naik motor dia jadi teler, nancep gas kenceng-kenceng, terus nabrak bagian belakang truk yang lagi diparkir. Cuman lampu kecil motornya aja yang dinyalain, padahal hari masih gelap. Ceweknya yang dibonceng selamat, tapi menderita patah tulang tangan, karena loncat pas liat si Bagus bakal nabrak itu truk.”
Aku mengerti perkataan sahabatku ini, Bagus meninggal karena kecelakaan tadi pagi.
“Inalillahi wa inna'ilaihi rooji'un, yaudah sekarang kita ikut ke pemakamannya.”
“Beneran kamu Fik? dia kan orangnya... kamu tahu sendiri kan?”
“Ya aku tahu, tapi kita harus memaafkannya. Dia kan sudah meninggal, gak ada lagi urusan dengan kita.”
Aku benar-benar tidak menyangka jika Bagus akan meninggal hari ini. Aku ikut dari pengiringan jenazah ke makam hingga penguburannya.