Kagak ngerti saya, lagi gencar-gencarnya fokus bangsa Indonesia terkait penderitaan saudara-saudara kita di Lombok, kok tiba-tiba muncul isu siapa presiden raja utang?
Yang dipertandingkan siapa lagi kalau bukan SBY dan Jokowi. Yang paling tragis isu yang dibangunnya ngawur pula. Disebut-sebut SBY Â lebih "raja utang" daripada Jokowi. Padahal, saya pikir anak SD saja tahu kalau yang terjadi malah sebaliknya.
Ya, kagak usah jadi profesor buat melacak isu picisan kayak begini. Kita pakai matematika anak SD saja.
Jadi, utang warisan zaman Megawati itu pas tahun 2004 sebesar Rp 1.298 triliun. Nah, sepuluh tahun SBY menjabat presiden ke-6, terjadi peningkatan jumlah utang pemerintah sebesar Rp 2.608,8 trilun.
Jadi berapa utang yang dipinjam SBY, yakni Rp 2.608,8 trilun -- Rp 1.298 triliun = Rp 1.310,9 triliun. Artinya, selama 10 tahun memimpin Indonesia, rata-rata SBY membikin utang baru sejumlah Rp 131,09 triliun per tahun.
Nah, mari kita telisik utang zaman Jokowi. Pas tahun 2018, utang pemerintah sudah jadi Rp. 4.253 triliun. Artinya  selama 4 tahun Jokowi menjabat terjadi kenaikan utang Rp 1.644,2 triliun. Jumlah ini dari Rp. 4.253 triliun (2018) - Rp 2.608,8 trilun (2014). Artinya, setiap tahun Jokowi bikin naik utang sejumlah Rp 411,05 triliun.
Kalau ditanya, siapa presiden raja utang ya jawabannya Jokowi. Lha, dalam sepuluh tahun menjabat, SBY membikin utang baru sejumlah 131,09 triliun per tahun. Sementara Jokowi selama 4 tahun memimpin Indonesia menambah utang sampai Rp 1.644,2 triliun.
Rata-rata setiap tahun utang meningkat Rp Rp 131,09 triliun per tahun di era SBY. Sementara era Jokowi Rp 411,05 triliun per tahun.
Kalau dibanding persentase kecepatan bikin utang baru per tahun antara Jokowi dan SBY, rumusnya begini:
Rp 411,05 triliun : Rp 131,09 triliun x 100% Â = Â 313,56 %
Artinya, Jokowi lebih cepat 313,56% dari SBY dalam memproduksi utang baru.