Mohon tunggu...
Fajar Setiorini
Fajar Setiorini Mohon Tunggu... Guru - Guru di SDN Banjaran 5 Kota Kediri, Jawa Timur

Saya adalah guru SD di sebuah sekolah di tengah kota Kediri. Saya juga menyukai dunia menulis. Saya sudah menerbitkan lebih dari 50 judul buku, 4 buku solo dan 1 buku duet, yang diterbitkan oleh penerbit mayor maupun penerbit indie.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

25 Oktober 2022   13:47 Diperbarui: 25 Oktober 2022   13:51 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keputusan yang Menyenangkan Semua Orang? Bisakah?

"Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best."

--Bob Talbert--


Kutipan di atas menjelaskan dengan penuh kekuatan bahwa sebenarnya, mengajar bukanlah semata-mata memberikan materi ajar saja, melainkan apa yang ada di dalam materi ajar tersebut. Artinya, hal terpenting dalam mengajar adalah menyiapkan murid untuk mampu menghadapi perubahan dunia dan menjadikan mereka generasi tangguh yang pantang menyerah hingga menjadi pembelajar sepanjang hayat yang kreatif, inovatif dan berani memberikan pendapat serta saling menghargai antar sesama, demi kemajuan Indonesia yang lebih baik.

Dalam proses pembelajaran inilah, beberapa keputusan harus diambil dalam waktu yang singkat, butuh pemikiran lebih dan sebagainya, agar manfaat dari hasil pengambilan keputusan tersebut dapat memberikan kesempatan pada murid untuk belajar lebih dari sekadar menerima materi.

Berikut adalah keterkaitan antara materi, mulai dari Filosofi Ki Hadjar Dewantara, yang mengedepankan pendidikan sebagai proses menuntun kodrat murid, hingga bagaimana mendapatkan keputusan yang tetap memerhatikan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Yang pertama adalah bagaimana filosofi Ki Hadjar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin

Ketika kita membaca nama Ki Hadjar Dewantara, tentu kita akan mengingat kembali Pratap Trilokanya yang sangat membekas di kepala para guru. Mari kita coba membedah sedikit saja apa arti di dalamnya. Ing Ngarso Sung Tuladha, yang artinya di depan memberikan contoh atau teladan. Maka, dalam pengambilan keputusan, seorang guru seharusnya, saya tidak katakan harus, dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh bagi para murid. Karena ketika dalam pembelajaran, guru pasti menerapkan metode belajar kelompok yang menjadikan murid sebagai pemimpin dan anggota. Di situlah guru menjadi teladan bagi mereka tentang bagaimana seharusnya seseorang mengambil keputusan, agar dapat memberikan kebermanfaatan bagi semuanya. Kemudian ada Ing Madya Mangun Karsa, artinya di tengah membangkitkan semangat untuk berusaha. Di sini seorang guru dituntut untuk menuntun yang sebenar-benarnya. Bukan hanya memberikan materi ajar, melainkan juga mampu menumbuhkan potensi murid dan menggali sendiri potensi yang ada pada diri mereka untuk memunculkan karsa, sehingga mereka mampu menciptakan karya. Maka, dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, guru seharusnya dapat memberikan keputusan bagaimana guru bersikap. Yang selanjutnya, Tut Wuri Handayani yang artinya di belakang memberikan motivasi. Dalam hal ini, dalam pengambilan keputusan bahkan keputusan yang diambil oleh seorang guru seharusnya mampu memberikan motivasi pada murid untuk berkembang dan mengembangkan kekuatan atau kodrat alam positif dalam diri mereka.

Pertanyaan kedua adalah bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan

Jika kita kembali pada nilai dan peran sebagai guru penggerak, maka akan banyak nilai dan peran yang harus ditanamkan. Nilai-nilai tersebut adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Dan nilai-nilai tersebut seharusnya tetap mengikuti guru dalam pengambilan keputusan baik dalam dilema etika (benar lawan benar) atau bujukan moral (benar lawan salah). Ketika guru memegang teguh nilai-nilai tersebut maka guru akan dapat mengambil keputusan dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Karena pada dasarnya, keputusan apapun yang diambil oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajarannya, pastilah mengarah pada keberpihakan pada murid. Dan tanpa kita sendiri kadang sadari adalah dalam proses pengambilan keputusan tersebut, kita telah mengimplementasikan kompetensi sosial emosional kita untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang mengikuti.

Pertanyaan ketiga adalah bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut.

Sebagaimana telah dipelajari bahwa coaching adalah proses menggiring, atau menuntun coachee untuk menemukan solusi atas masalahnya sendiri. Maka dalam pendidikan, coaching adalah cara guru untuk mengaktivasi kerja otak murid, bahkan rekan kerja. Hal ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang membuat murid atau rekan guru melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Dalam proses coaching ini pula, seorang coachee dapat menemukan potensi dirinya yang dapat membawa dirinya dalam tindakan yang bertanggung jawab.

Bahkan, dalam proses coaching ini juga, seorang coachee akan menemukan ide-ide baru sebagai solusi atas permasalahannya sendiri. Dan dalam proses pembelajaran coaching ini, saya sangat terbantu oleh Pengajar Praktik dan Fasilitator sebagai penguat pemahaman saya hingga saya paham sungguh perbedaan antara mentoring dan coaching. Sehingga, saya yakin, coaching dapat diterapkan dalam proses pengambilan keputusan karena pertanyaan-pertanyaan dalam coaching dapat diterapkan dalam 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Selanjutnya, pertanyaan keempat adalah bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika.

Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, bahwa dalam proses pengambilan keputusan, seorang guru juga telah mengimplementasikan kompetensi sosial emosionalnya. Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil.

Pertanyaan kelima, bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Sebagai seorang pendidik, guru harus mampu membedakan mana yang menjadi dilema etika atau bujukan moral. Banyak hal yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Karena sekali lagi, tujuan utama dari pembelajaran yang digelar adalah keberpihakan pada murid. Maka, dalam proses pengambilan keputusan pun, seorang guru harus mengembalikan kesesuaian isi keputusan pada nilai-nilai positif yang ada pada seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran.

Pertanyaan keenam adalah bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Ketika ditanya bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, maka jawabannya adalah kembali pada 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Banyak sekali hal yang harus menjadi catatan seorang pengambil keputusan. Bahkan pertimbangan, bukan hanya tentang baik dan buruk, melanggar atau tidak, tapi lebih pada pengaruh apa yang mengikuti setelah keputusan diambil dan ditetapkan. Bagaimana reaksi masyarakat tentang keputusan yang diambil juga menjadi hal penting untuk dipertimbangkan.

Maka, dapat disimpulkan bahwa dasar pengambilan keputusan yang baik adalah tetap mengacu pada keberpihakan pada murid, apa-apa yang diputuskan tidak merugikan murid terutama, menuntut rasa tanggung jawab yang tinggi dan berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal. Karena segala keputusan yang berpijak pada nilai kebajikan universal dapat dipastikan berpihak pada murid. Sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, positif, aman dan nyaman bagi seluruh warga sekolah, terutama murid.

Yang ketujuh adalah apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda.

Sebagai seorang guru, tantangan dalam pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang sering kali saya alami yaitu ketika saya harus memilih antara individu atau kelompok (masyarakat). Ketika harus mempertimbangkan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keputusan yang diambil serta dampaknya setelah pengambilan keputusan tersebut. Karena notabene, walimurid di lingkungan sekolah saya adalah orang-orang yang memiliki pengaruh di lingkungan mereka, sehingga memiliki pandangan, serta pemikiran yang berbeda. Maka, menyatukan kesemuanya itulah yang sering menjadi tantangan terbesar saya.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda.

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik. 

Pertanyaan kesepuluh, apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran. Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being). Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila. Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar. 

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus mampu menerapkan Prinsip pratap triloka dari Ki hadjar Dewantara, yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Sebagai penuntun, guru juga harus memiliki dasar pengambilan keputusan yaitu berupa nilai yang berpihak pada siswa dengan berpedoman pada nilai-nilai moral, religiusitas dan nilai-nilai universal serta bertanggung jawab. Nilai seorang guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, kreatif dan berpihak pada murid juga menjadi pedoman pengambilan keputusan.

Dalam membuat keputusan dibutuhkan juga menghargai visi, misi sekolah, budaya dan nilai sebagai pengambilan keputusan di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Guru juga harus mandiri belajar murid dengan mengarahkan murid pada proses pembelajaran dan pengembangan potensi siswa melalui proses pembinaan sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan hal ini akan memudahkan siswa dalam menentukan masa kelak. Kompetensi sosial emosional yang matang dari seorang guru akan mendukungnya dalam pengambilan keputusan yang tepat. Kompetensi ini meliputi kesadaran diri atau self awareness, Pengelolaan diri (self management), Kesadaran sosial atau kesadaran sosial, dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skill).

Sebagai pemimpin pembelajaran maka ketika kita berada dalam situasi dilema etika maupun moral, kita menggunakan prinsip kesadaran penuh atau mindfullness sehingga kita akan sadar dengan berbagai opsi dan konsekuensi yang ada, keputusan yang dihasilkan pun dapat dipermudah dan bermanfaat. Selain itu, pembelajaran di kelas dengan mengambil strategi untuk membedakan yang sesuai kebutuhan belajar murid akan mampu mengarahkan siswa pada proses pengembangan potensi mereka dan juga melalui proses pembinaan sehingga mereka dapat mencapai kemerdekaan belajarnya.

Dalam pengambilan keputusann guru harus menerapkan prinsip atau dasar pengambilan keputusan yang tepat yaitu menggunakan empat paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Untuk itu saya harus berlatih menerapkan kemampuan pengambilan keputusan ini menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan yang saya lakukan sebagai aksi nyata yang harus saya lakukan dalam pembelajaran di kelas maupun di sekolah saya yang saya buat dalam rencana program.

Kemendikbud
Kemendikbud

Kesebelas, pertanyaannya adalah sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dari semua materi yang saya dapatkan dari modul ini, hal terpenting yang baru saya sadari bahwa ada 9 langkah yang harus dilakukan seorang pemimpin dalam pengambilan dan pengujian keputusan. Tidak serta-merta seorang pemimpin mempunyai kewenangan penuh dalam pengambilan setiap keputusan. Ada banyak pertimbangan, apalagi ketika dihadapkan pada kasus dilema etika atau bujukan moral yang mengarah pada pertentangan benar lawan benar dan benar lawan salah.

Pertanyaan selanjutnya, sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelumnya, saya pernah mengambil keputusan yang dilematik seperti ini, sebagai pemimpin pembelajaran. Ketika saya harus menerima bahwa murid saya sibuk dengan kegiatannya sebagai atlit, tapi saya tetap harus memberikannya nilai pada kegiatan evaluasi yang tidak ia ikuti dengan sempurna. Dalam hal ini, saya mempertimbangkan jangka panjang dari prestasi yang dibutuhkan oleh murid saya ini.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini.

Tentu dengan mempelajari modul ini, saya mendapat banyak masukan dan pengetahuan baru. Terutama setelah saya melakukan wawwancara pada tiga orang kepala sekolah di lingkungan sekolah saya. Dari situ saya makin sadar bahwa dalam pengambilan tiap keputusan seorang pemimpin tidak hanya sendiri. Pemimpin membutuhkan banyak rekan untuk berpikir dan komunikasi.

Pertanyaan terakhir adalah seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin.

Sebagai seorang individu maupun sebagai pemimpin, mempelajari topik di modul ini sangat penting. Mengapa? Karena kaitan antara proses pengambilan keputusan ini sangat dekat dengan kehidupan nyata. Bagaimana seharusnya bersikap dalam pengambilan keputusan agar dapat diterima oleh semua pihak.

 

"The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires."

~ William A. Ward ~

Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat.

Guru Bergerak, Indonesia Maju

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun