Mohon tunggu...
Fajar Novriansyah
Fajar Novriansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja biasa

Pekerja Purna Waktu Sebagai Staf Adminitrasi di Perusahaan Operator SPBU Swasta berlogo kerang kuning. Menikmati suka duka bertransportasi umum, Karena disetiap langkah kan ada jalan, dimana perjalanan kan temui banyak cerita. S1 Manajemen Universitas Terbuka 2014

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lukisan Terakhir

1 Juli 2024   19:59 Diperbarui: 1 Juli 2024   20:20 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia melukis pada kanvas yang polos

Gunung gunung biru itu terlihat realistis tapi bernada misteri, suram

Tergambar disana matahari yang hitam, seperti inti bola mata yang kelam.

Perempuan itu menggoreskan kuas pada media itu dengan cat cat yang dia beri jiwa

Dia yang mewarna pelangi warna warni tanpa tumpang tindih juga tanpa gradasi

Terlalu mencolok untuk sekedar memberi jeda dan batas, seperti tanpa basa basi

Dalam lukisan yang belum jadi itu dia menggambar kamu, 

Lelaki yang memberinya luka untuk ditangisi dan perih untuk dinikmati

Disana dia melukis sesosok figur lelaki yang menangis bingung seorang diri, seolah mengutuk kamu untuk kesepian

Dalam lukisan yang hampir jadi itu tidak ada cahaya selain kesenduan yang melambangkan sesal

Sepertinya dia tidak memberi celah untuk pergi seperti penjara, lukisan sederhana yang menggambarkan kekecewaan.

Mungkin disanalah tempat untukmu meratapi masa lalu, pada lukisan yang hampir jadi yang kini ditinggal pelukisnya pergi 

Lukisan yang kukira akan selesai lambat tapi malah menjadi sia sia lantaran ditinggal pergi pelukisnya yang egois 

Akhirnya itu hanya lukisan tanpa kelar itu yang hadir di aula ini yang meningglakan dendam yang tak pernah usai. 

Tapi setelah lama waktu berlalu dan aku menerka-nerka kesimpulan yang kini kuamini, jika lukisan itu telah lengkap dan utuh.

Kini kulihat kamu menangis hanya bisa meratapi lukisan itu yang angkuh tergantung dengan bingkai megah,

Nyatanya lukisan itu sudahlah selesai dengan meninggalkan kamu dalam patah hati tak berkesudahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun