Dari semuanya kenangan yang pernah mampir di hidupku, kaulah yang pertama, kedua dan ketiga dan seterusnya hadir di ingatan. Salah satunya adalah kuliner yang mungkin sebetulnya dapat di temukan di hampir tanah pasundan termasuk di Tangerang ini. Tapi tidak sama rasanya dengan yang ada di ingatan.
Kebiasaan yang kita lakukan sedari kecil telah tertanam di ingatan dan pada rasa yang tersemat di tiap jengkal lidah merespon rasa. Kuliner tersebut adalah hal hal yang tidak mampu saya lupakan, dari sepenjuru hal di kampung halaman yang akan selalu saya datangi dibanding tempat wisata adalah makanannya terlebih dahulu. Banyak yang serupa dan sama tapi tiada kerinduan yang ditemukan jika kita tidak nikmati langsung dari tempat dan kebiasaan konsumsinya sama dengan selera kita.Â
Yang pertama Gemet, kosakata tersebut mungkin asing bagi banyak orang yang secara harfiah sebutan ersebut dari bahasa lokal untuk Combro, jika Combro adalah akronim dari oncom di jero maka gemet adalah dage saemet. Dalam dialek Sunda Kuningan dage adalah oncom dan saemet adalah sedikit. Begitu banyak kosakata yang agak berbeda tapi ya mari kita nikmati keanekaragaman ini dengan bersyukur, by the way di Kuningan Pia pia untuk menyebut Bala bala yang lebih umum di wilayah sunda lainnya atau bakwan untuk daerah jabodetabek dan jawa.
Gemet dan Combro sebetulnya memiliki perbedaan yang dapat di lihat dari mata telanjang, bagaimana tidak walau sama sama berisian oncom tapi tekstur luarnya sangat berbeda satu sama lainnya. Gemet dan Oncom sama sama dari singkong parut, tapi setelah proses parut maka sinkong tersetu harus benar benar kering sekali, dibanding adonan combro yang masih setelah di peras bahan gemet lebih kering sehingga menghasilkan tekstur keras pada hasil gorengannya dengan warna kuning keemasan dibanding combro yang kuning kecoklatan. Bisa di lihat di gambar ya.Â
Selanjutnya adalah Sorabi atau Surabi, hidangan ini umunya polosan dan diberi dengan toping kinca alias gula cair secara terpisah namun di Kuningan tidak umum. Untuk mengkonsumsi sorabi saat kecil hanya di jual oleh ibu-nenek penjual saat pagi dengan di makan berasama aneka gorengan semacam pia pia dan tahu isi, adapula toping dengan rempeyek tempe dan toping oncom juga telur ya.Â
Sambil siduru pagi hari adalah hal hal yang mungkin sulit untuk di temukan di perantauan. Siduru adalah kegiatan menghangatkan diri pada tungku perapian. Proses pembuatan sorabi yang otentik adalah dengan kayu bakar dan wajan tanah liat dan darisanalah aroma yang di cipta dari adonan saat matangnya sukar hilang dari ingatan. Pulang ke kuningan dan berjumpa dengan kawan seangkatan atau sekedar kenalan tidak jarang bertemu malah bukan saat silaturahmi tapi saat order sorabi pagi pagi ataupun sore karena sekarang pagi dan sore ke malam banyak yang jualan juga.Â
Selanjutnya Hucap atau kupat tahu khas kuningan, beuh potongan kupat buluk serta tahu yang digoreng dadakan ditambah saus kacang kemudian di beri kecap juga taburan bawang goreng sungguh menjadikannya makanan ini biasa saja bagi saya, saking jadi menu favorit, jujur karena lidah saya sudah terbiasa saja alasan saya sebut biasa, tapi istimewa buat kamu yang coba cicipi untuk pertama kali. Tapi serasa jika tidak pulkam tidak hucap ini kalai tidak konsumsi rasanya ada kurang saja.
Kupat buluk yang saya maksud adalah ketupat di kuningan biasanya selongsongnya di buat dari daun kelapa tua bukan muda sehingga warna daun akan luntur ke dalam ketupatnya. Makanya saya berjumpa ketupat yang putih kinclong di perantauan itu malah buat saya menjadi cultureshock.
Mungkin sebagian akan teringat dengan kudapan manis dari ketan dan gula jika teringat kata gemblong tapi tidak bagi saya. Nama boleh serupa tapi ternyata produk ini adalah hasil olahan singkong, tetapi untuk sebagian warga kuningan dan sunda lainnya tetapi umumnya disebut ketempling. Walau keras tapi tetap empuk di gigit dan kres sehingga tidak memberatkan gigi untuk bekerja keras dan ramah bagi segala usia. Rasanya ada yang original dan oncom, paling nikmat ya tadi untuk tambhan kriuk saat mengkonsumsi bakso dan menikmati mie instan kuah.Â
Saya sebetulnya semalam gagal pulang kampung lantaran asam urat saya yang kambuh dan nanti diundur minggu depan, semoga saat pulang kampung saya bisa menikmati kembali kuliner yang saya tuliskan diatas dan berbagi kembali kisahnya kemudian di kompasiana.Â
Salam super semuanya, salah sehat dan tetap semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H