Saya bekerja sebagai Adminitrasi karyawan di sebuah perusahan yang bergerak di bidang retail SPBU, tak payahlah saya tulis nama perusahaan tersebut tapi jika lihat logo SPBU kerang mungkin saya bekerja di salah lima dari sekian banyak cabangnya di Tangerang Raya. Perusahaan tempat saya bekerja adalah bagian dari partner merk besar tersebut sebagai pengelola, jadi wajar jika beberapa SPBU memang lain lain pengelolanya. Saya bekerja di posisi Adminitrasi karyawan ini sudah mulai 2015 sampai sekarang. Berbicara tentang BP Jamsostek dan JHT yang sedang panasnya di bicarakan saya hendak sedikit bercerita juga sedikit "berspekulasi", hanya ingin mengeluarkan semua resah dalam kepala.
Memang tidak ada yang salah mengenai Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) dimana peraturan tersebut memang ditujukan mengembalikah tujuan semula jika uang JHT memang di cairkan saat usia sudah tua, tapi sebelumnya tidak ada batas usia tua yang di maksudkan dan sekarang batas usia ditentukan yakni saat usia 56 tahun.
Tapi yang menjadi masalah adalah program tersebut artinya telah memutus rantai yang selama ini sudah dilakukan secara masif sebelumnya , Dimana sebelumnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 tahun 2015 dimana di jabarkan pada pasal dan ayat ayatnya yang menyatakan jika Pekerja yang menundurkan diri, PHK dan Meninggal dunia atau memang sudah masuk mas pensiun memiliki hak untuk mencairkan JHT secara penuh. Peraturan tersebut juga sebetulnya sudah selaras sebagai perpanjangan UU No 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional.
UU nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN juga adalah sarana hukum yang melahirkan dua intitusi penyelenggaraan jaminas sosial di Indonesia. Dimana saat itu Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan Asuransi Kesehatan(ASKES) menjadi BPJS Kesehatan. Bahkan  sebelumnya Taspen pernah akan digabungkan dengan BPJS Ketenagakerjaan melalui Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akhirnya di tolak MK pada putusan di tahun 2021 akibat pelaporan dan permintaan uji materil oleh beberapa kalangan.
Untuk dari itu perubahan tersebut banyak kalangan yang menilai melukai perasaan para pekerja,saya pun tentu tidak setuju pengaplikasian hal tersebut terlebih saat pandemi seperti ini banyak pekerja yang memang dirumahkan, PHK, dan memang mengundurkan diri. Uang pencairan JHT tentu berguna untuk modal dana usaha, bayar hutang atau untuk apa saja terserah yang punya uang, Lah kok ngatur ya saya hehehhee.
BP Jamsostek , panggilan mesra agar bisa di bedakan dengan BPJS Kesehatan dimana kebanyakan masih melafalkan nya Jamsostek bukan BPJS Ketenagakerjaan telah mengeluarkan jaminan baru untuk melengkapi 4 jaminan yang telah ada. Jaminan tersebut adalah Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang bertujuan melengkapi jaminan yang di sediakan oleh BP Jamsostek selain Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Pensiun.
Tentu ada bedanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Jaminan lainnya. Yaitu JKP ini tidak bayar iuran sama sekali alias 0. Mengapa begitu? setahu saya itu adalah wujud keberpihakan pemerintah kepada rakyat. JHT iuran di bayar 5,7 % dengan komposisi 3,7% perusahaan dan 2% karyawan, lalu Jaminan pensiun 3% dimana 2 % perusahaan dan 1 % karyawan , JKM 0,3 % dan JKK 0,89 yang dibayar perusahaan serta ada catatan untuk perusahaan yang ada resiko kerja lebih tinggi besaran JKK dapat lebih besar sesuai tingkatannya.
JKP di peruntukan untuk kamu yang di PHK dan tentu bukan kamu yang habis masa kerja secara kontrak atau PKWT yang jika telah habis masa perjanjian kerja tidak ada perpanjangan lagi, sudah pensiun, cacat total, dan meninggal dunia. Wajar sih kan JKP uangnya bukan uang kita sendiri jatuhnya menurut saya seperti bantuan, toh dananya dari pemerintah. Beda dong dengan JHT yang memang iurannya di bayar patungan sebagai bentuk kewajiban perusahaan dan pekerja yang nantinya akan jadi milik pekerja secara penuh. Tapi kini penuhnya akan dimiliki saat umur 56 tahun uppss so sad.
jkp.go.id kita mesti daftar disana jika di PHK, dan tentu perusaahan juga mesti lapor disitu juga.
Kemarin ada selewat di FYP Tik Tok yang memamerkan kelebihan JKP, dalam hati mah ya beda dong Bambang (nama akunnya lupa tapi bukan Bambang, maaf untuk yang bernama Bambang mohon jangan diambil hati). Pada dasarnya JHT itu adalah kita sendiri bukan mesti daftar dulu sana sini, JKP memang menerima Uang tunai yang akan diberikan langsung kepada peserta JKP sebesar 45% dari upah sebelumnya untuk 3 bulan pertama dan 25% untuk 3 bulan selanjutnya.itu pun saat kita masih belum dapat pekerjaan pengganti. Cek deh di webnyaSebetulnya saat masih bekerja Pencairan Dana JHT bisa dilakukan kepada pekerja yang sudah 10 tahun dan masih aktif KPJ nya untuk kebutuhan DP rumah sebesar 30 %, dan 10 % untuk kebutuhan lainnya. Apa boleh saran ya seperti teman saya yang sudah ada saldo 30 juta bisa dialihkan menjadi DP Ongkos naik haji, FYI masa tunggu haji termasuk lama, kredit rumah bisa kalah. Akan tetapi pencairan full untuk yang sudah tidak bekerja jauh lebih baik banyak faedahnya daripada menahan sampai umur 56, duh rempongnese.
Kebetulan di Tik Tok, orang tersebut juga memberi tahu jika JHT dapat berganda saat nanti diambil di usia 56 tahun. Hadeuh ada gitu kita betul betul mesti kerja sampai umur segitu? Maksudnya bekerja sebagai pekerja formal terus menerus, sedangkan generasi muda terus terusan merangksek dan punya daya saing yang mungkin akan lebih baik dari kita. Jika mandiri sebagai wiraswasta kecil begaimana?
Saat sudah tidak lagi berstatus sebagai pekerja itu tentu merupakan hak kita untuk diambil, status sebagai peserta tersebut secara otomatis lenyap saat perusahaan sudah tidak lagi membayarkan uang iuran. Hasilnya  dananya mentok disitu cek paragraf dari mana datangnya pundi pundi JHT apakah ada uang pemerintah disitu? lalu apa urgensinya menahan uang tersebut? Apakah ini termasuk Investasi Bodong? saya akui dana JHT berganda tiap tahun saldo saya saja cek di laporan tahun 2021 akhir ada tambahan Rp 140.000, dari pengembangan. Entah dananya di kembangkan seperti apa, Saya tidak tahu bisnis apa yang di jalani BP Jamsostek.
Kali ini mengenai spekulasi yang saya ikut kepikiran juga dimana uang tersebut akan digunakan untuk membiayai mega proyek Nusantara alias pemindahan Ibukota Negara ke luasan area baru yang telah di siapkan, serta terkesan mesti kebut dibangun pondasinya sebelum berakhir masa jabatan pemerintahan sekarang di 2024 nanti. Kabarnya butuh dana sekitar 500 Triliun Rupiah lebih untuk membangun ibukota baru. Disini saya setuju ibukota baru ada tapi tidaklah mesti buru buru, apalagi saat pandemi dan keadaan yang sulit ini.
Walaupun sempat ada harum harum berita adanya korupsi 20 Trilun Rupiah awal 2021 tapi tidak adalagi kehebohan berlanjut model kisah Jiwasraya yang lebih di perbincangkan. Dimana kasus korupsi BP Jamsotek disebut akibat salah kelola dana atau apalah. Saya coba telusuri tapi sepertinya tidak ada lanjutannya lagi, Entahlah.
Agar tidak dikira hoax mengenai judul artikel saya, mari saya jelaskan darimana Satu Miliar tersebut. Saya unduh data info dana JHT tahunan, biasanya untuk menyamakan total iuran selam setahun. Kemudian Jreng jreng total dana JHT perusahaan saya per desember 2021 sebesar 1 miliar lebih sedikit, ini adalah akumulasi semua total JHT karyawan dalam naungan perusahaan, bukan pribadi.
Dana tersebut meningkat secara valuasi 300 jutaan sebagai total iuran selama 2021 dan dari saldo awal JHT pesusahaan senilai 770 jutaan di awal 2021 . Karyawan 120 orang dengan 100 aktif dan ada dana yang berpindah karena pencairan JHT karyawan yang sudah bukan pekerja kami lagi, dan saldo yang dimutasi akibat pekerja yang pindah kerja dan melajutkan program BP jamsostek dengan melanjutkan nomor KPJ di tempat baru sehingga dananya mutasi ke akun perusahaan baru.
Dana JHT di BP Jamsostek dikelompokan per perusahaan dan per Kantor cabang Bp Jamsostek. Perusahaan saya kurang lebih memiliki pekerja 100 orang sudah memiliki valuasi rupiah sebanyak itu. Apa kabar perusahaan dengan pekerjanya yang ribuan? Dan dengan latar beragam umr, terlebih tingkatan nilai pokok upah yang jadi landasan iurannya juga besarannya bahkan semakin tinggi level semakin besar nilai pokok perhitungannya. Sungguh akumulasi nilai yang fantastis bukan, bagaimana jika terus bertambah sampai semua karyawan nya masuk usia 56 tahun? berapa banyak nominal terkumpul?Â
Apakah kita tidak bisa melihat perubahan kecil sampai umur kita 56 tahun? tentu tidak, semua akan berjalan dinamis dan cepat, apa jadinya jika kita lupa kata sandi aplikasi jmo nya, ganti nomor ponsel, lupa surelnya, namanya berbeda dengan Kartu keluarga, Niknya berubah, ada banyak nomor KPJ. Dan akhirnya sudah berumur sepuh di 56 tahun wara wiri ke kantor perusahaan lalu apesnya data kita arsipnya tidak ada, hadeuh rempongnesse.Â
Jadi ingat lagu EGP Duo Maia,hidup sudah susah jangan bikin runyam kita santai saja uwooooooooh uwoooh woooo. emang mereka pikirin , eh gue pikirin hahahhaa, canda JHT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H