Mohon tunggu...
Fajar Novriansyah
Fajar Novriansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja biasa

Pekerja Purna Waktu Sebagai Staf Adminitrasi di Perusahaan Operator SPBU Swasta berlogo kerang kuning. Menikmati suka duka bertransportasi umum, Karena disetiap langkah kan ada jalan, dimana perjalanan kan temui banyak cerita. S1 Manajemen Universitas Terbuka 2014

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

KRL Vs Penggunanya, Tentu Kita Kalah Telak

23 Januari 2022   16:40 Diperbarui: 25 Januari 2022   12:38 3313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kereta rel listrik (KRL) Commuterline memasuki Stasiun KA Bogor di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (19/10/2020)(ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Kenaikan tarif dasar krl dari Rp 3.000 ke Rp 5.000 adalah sesuatu yang menurut saya pribadi tidak masalah. 

Toh dari pertama kali saya menggunakan transportasi ini di tahun 2008 nyaris sampai sekarang, saya sudah benar-benar merasakan perubahannya. 

Dulu penyebutannya hanya naik kereta saja, toh saat itu tidak semua keretanya bersumber daya listrik. Jadwalnya juga ampun-ampunan berantakan sekali. Tak percayakah ?

Jika saat itu pertama kali saya merantau ke Jakarta, kereta itu bentuknya macam-macam, dan rute jalurnya yang amburadul. Ada reguler, ada patas ekonomi, dan juga patas ekonomi AC.

Sudah begitu hanya bisa beli tiket beberapa menit sebelum kereta masuk stasiun, tiga puluh atau dua puluh menit sebelum jadwal berangkat seingat saya. 

Stasiunnya pun masih diiisi oleh pedagang kaki lima dan ya modelan terminal. Juga tidak semua stasiun keretanya berhenti.  Tidak ada interkoneksi yang mudah antar stasiun seperti sekarang ini. 

Perbedaan harga KRL reguler dan yang patas juga bisa dibilang lebih mahal dari sekarang. Juga jadwal yang bisa dibatalkan tiba-tiba sungguh merepotkan. 

Seingat saya yang Patas Bogor saja saat itu di tahun 2010 sudah menyentuh Rp 5.000 lebih dari Jakarta Kota. 

Jangan lihat nominal itu sekarang, cek deh nominal saat UMR tahun 2010. Dari Manggarai ke Bekasi juga sudah Rp 4.000 dan kalau sudah nunggu di peron, keretanya melengos gitu saja, sakitnya bisa jadi umpatan 7 hari 7 malam.

Ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam segala hal yang menyangkut fasilitas KRL saat ini, yang juga tidak boleh ditutup sebelah mata. 

Tapi yakinlah semua perubahan semenjak PT Kereta Commuter Indonesia mengambil alih sebagai transportasi umum sedemikian berusaha untuk lebih baik. Agak kurang simpati memang jika harus dinaikan saat-saat pandemi yang masih berlarut-larut. Tapi apa daya, semua juga memang harus mengalami hal ini. 

dokrpi
dokrpi
Harga BBM saja sudah tidak ketulung naik turun, bahkan angkot saja rasanya sudah tidak ada lagi tuh di seputaran Jabodetabek Rp 4.000, kecuali yang naik Jak Lingko, sepertinya masih Rp 3.500 jauh dekat.

Di Kelapa Dua Tangerang, jika saya hendak Ke Lippo Karawaci setelah jalan kaki dari Pakulonan Barat sampai jalan besar, saya mesti naik angkot dengan membayar Rp 5.000. Jika naik ojek online berkisar Rp 15.000, secara teori dan kenyataan jalur tempuhnya sudah 4 KM.

Alhamdulillah itu dekat, apa kabar dengan Kota kota Penyokong Jakarta, tempat di mana para pekerja migran tinggal, ngontrak rumah, cicil rumah, dan penguninya harus pergi bekerja ke Jakarta pulang pergi tiap harinya? 

Saya yakin butuh lebih 4 km jaraknya. Yang dari Bekasi, Bogor, Depok, Kota Tangerang, Tangerang selatan, Tangerang kabupaten bahkan Rangkas Bitung serta Cikarang, mau naik bus kemacetan? Apakah ada bus yang tak perlu transit lagi? Apakah perlu pakai motor saja? 

Kenaikan harga dasar versus pengguna yang protes tentu saja akan kalah, karena KRL memiliki segudang kelebihan yang tidak bisa ditolak. 

KRL adalah pilihan transportasi bijak yang tentunya dapat menghubungkan tiga provinsi secara langsung dan 5 kota di Jakarta itu sendiri, serta 5 kota lain juga 4 kabupaten di Jawa Barat dan Banten. 

Ada 105 stasiun dengan total rute sepanjang kurang lebih 540 km, secara jalur rel dan beberapa di antara stasiunnya terhubung langsung dengan metode transportasi lain semodel Transjakarta, Damri, hingga terminal dan stasiun MRT. 

KRL (Dokumentasi pribadi)
KRL (Dokumentasi pribadi)

Untuk kenaikan tarif sebesar Rp 2.000 yang mana adalah tarif dasar pada perjalanan KRL sejauh 25 km pertama, selanjutnya untuk 10 km berikutnya akan tetap dikenakan tarif sebesar Rp 1.000 seperti sekarang ini. Jadi apakah beban banget? 

Sepertinya tidak, tarif KRL yang berlaku sekarang jika tidak salah ingat sudah berjalan dari tahun 2010 sekitar bulan Oktober, yang awalnya juga ditolak, tapi mending mana, tahun 2010 dan tahun ini?

KRL juga tetap menjadi primadona rute pilihan termurah mulai dari tiket seharga Rp 3.000 sampai Rp 13.000 dengan rute dan jadwal perjalanan sangat teratur dibanding dulu.

Pengalaman perjalanan saya dari stasiun Serpong ke Cilebut Bogor totalnya Rp 8.000 dan dari Jakarta Kota ke BojongGede Bogor Rp 5.000. Angka ini didapat kurang lebih dari pemotongan saldo di kartu elektronik, dari tahun 2017 masih segitu. 

Tahun 2010 seberapa banyak yang menggunakan KRL? 

Tidak sebanyak saat ini, tidak seasyik ini, stasiunnya juga masih bebenah dan terus bebenah.

Bandingkan Jatinegara kala itu? Palmerah kala itu? Duri kala itu atau bahkan Manggarai kala itu versus hari ini!

Semenjak peraturan tahun 2010, juga diperkenalkan rute single trip dan multitrip yang masih digunakan sampai sekarang, enak bukan?

Stasiun Rangkas sampai sekarang termasuk stasiun terjauh, sebelumnya ada kereta ekonomi di rute Rangkas Bitung ke Angke, mengapa demikian? Karena jalur Maja sampai Rangkas Bitung saat itu belum ada fasilitas kelistrikan dan dua jalur. 

Saya juga masih menikmati naik KA Ekonomi itu dari stasiun Serpong atau stasiun Cisauk jika hendak kerja PP ke stasiun Palmerah. 

Tiket dibeli manual tidak pakai tap kartu elektronik. Keretanya model kereta jarak jauh dengan AC lagi. Walau penuh, tapi senang karena lebih cepat, alasanya kereta ekonomi pasti didahulukan. Yang jalur Senen-Manggarai Bekasi Cikarang pasti sudah akrab "ekonomi lewat, KRL menepi dulu". 

Sayangnya semenjak Rangkas sudah selesai dua jalur dan kelistrikannya, rute kereta ekonomi tersebut tamat riwayatnya. 

Oh ya harga tiketnya saat itu Rp 5.000, kereta ini penuh nostalgia bagi para penggunanya yang rerata buruh dan pedagang. Karena bentuknya seperti kereta jarak jauh, pasti lebih banyak tempat duduknya dibanding KRL yang hanya di pinggir-pinggir dan tengah untuk kelompok berdiri.

Tiket KA Lokal Rangkas (Dokumentasi pribadi)
Tiket KA Lokal Rangkas (Dokumentasi pribadi)

Masalah keselamatan trasnportasi juga termasuk yang paling aman ketimbang moda trasportasi lain. Anjlok dan litrik yang mati adalah musuh utama apalagi kalau lagi banjir. Tapi bayangkan jika seperti beberapa tahun lalu saat MRT kelistrikannya gangguan dan masih di bawah tanah? Kan lelah ya jalannya. 

Jika KRL berheti kita masih bisa loncat ke daratan, maksudnya keluar gerbong masih berpapasan dengan tanah dan dapat segera cari alternatif lain. Pengalaman KRL anjlok soalnya dan rasanya savage sekali.

Keamanan di dalam gerbong kereta dengan di dalamnya dengan sejumlah personil PKD, ada gerbon khusus perempuan di tiap ujung ujung kepala kereta sudah lumayan baik menurut saya. Hanya perlu hati-hati saat simpan barang dan tas berharga.

Ingat pesan Bang Napi Waspadalah waspadalah. Selain itu saya pernah ketinggalan helm di salah satu gerbong dan akhirnya ada yang mengamankan dan bertemu lagi. Terima kasih orang-orang baik. 

Kejadian lucu juga saya pernah pingsang di kereta. Hahahahaha kapan kapan saya akan menuliskan ceriat kok bisa pingsan di kereta jadi cerpen saja sepertinya menarik.

Sejalan dengan itu rasanya pengguna KRL akan maklum, ditambah lagi dengan penghapusan duduk berjarak yang saat kemarin jadi masalah besar, di mana kereta penuh masih berdiri berdempetan tapi duduk di beri jarak, kan sami mawoan ya?

Rerata pengguna KRL adalah pekerja urban yang pandai hitung-hitungan. Jika tarif naik, maka mungkin ada pengeluaran yang dipangkas. Seperti misalnya dua pilihan: kost di Jakarta dan mencicil rumah, atau ngontrak di kota Jakarta include naik KRL walau naik tarif dasarnya jadi Rp 5.000.

Menurut saya masih bijak pilihan kedua. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun