Mohon tunggu...
Fajar Muhammad Hasan
Fajar Muhammad Hasan Mohon Tunggu... profesional -

Petualang yang mencari kebenaran\r\n*twitter @fajarmhasan\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS di Kompasiana: Hater vs Lover ?

4 April 2013   14:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:44 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diskusi PKS di kompasiana tidak habis-habis. Bahkan ada yang mendikotomikan antara lover PKS dan hater PKS. Betulkah ? Ada juga yang mengatakan hater itu sesungguhnya lover tersembunyi :D.  Susah sekali menjelaskan bahkan sekedar memahami semua tesis itu. Tapi ruang yang ada memang sangat sempit untuk membahasnya.

Tulisan ini terinspirasi oleh beberapa Kompasianer. Saya akan melakukan sedikit analisis jail (jail dalam bahasa Jawa yang kurang lebih keluar dari pakem ilmiah, bukan jahil bahasa arab atau jail bahasa Inggris). Tulisan ini bukan penelitian kualitatif dalam teori yang dikuliahkan oleh Pak Dosen Arman atau suatu analisis rumit nan canggih ala statistika nya Mas Salman dan Mbak Septi.

Kategori penulis dengan judul mengandung PKS

Saya melihat beberapa orang yang menulis PKS di Kompasiana terbagi dalam beberapa kategori :

1.Menulis dengan serius (walaupun bisa jadi waktu menulis sedang santai atau sekedar mengisi waktu luang). Gaya tulisan yang seperti ini memang secara serius memaparkan tentang PKS baik setuju atau tidak setuju. Baik atau buruk secara obyektif dan faktual, paling tidak menurut persepsi penulis. Pemaparan dan kritikan dilakukan secara proporsional. Menurut saya orang yang obyektif harus dihadapi dengan obyektif. Kalau ada yang mengkritik/menyarankan/memuji secara proporsional maka hendaknya lover juga secara proporsional menanggapi.

2.Menulis untuk mencari rating (klik pembaca). Jadi pencantuman PKS di judul itu hanya sekedar untuk menarik perhatian, sedangkan tulisannya sendiri hanya menyerempet sedikiiiiit sekali tentang PKS.  Bantu saja mengklik agar penulis bahagia. Toh membuat senang orang juga berpahala.

3.Mencari sensasi. Sedikit sekali perbedaan dengan orang dalam kategori 2. Orang yang mencari sensasi bahkan menulis cerpen sesat atau memplesetkan nama PKS dengan singkatan lain. Persis seperti judul di Detik.com yang suka menulis : Yusril kena paku (padahal yusril lain). Joko Susilo Mabuk (padahal hanya nama yang sama). Tujuannya bisa karena mencari rating, bisa juga sebab lain.  Silakan saja, itu hak setiap orang untuk menulis. Toh yang menilai kan pembaca juga. Kebanyakan sensasi juga bikin orang males ngeklik lagi tulisannya.

4.Terlalu bersemangat. Tanpa klarifikasi isu itu benar atau tidak benar main copas saja. Tanpa mengindahkan etika pengambilan link/sumber. Tidak/kurang bisa mempertanggung jawabkan validitas sumber.  Kritikan seperti yang dilakukan Kompasianer Aktifistri sangat bagus untuk mengembalikan kepada jalur yang benar. Namun, saya sendiri mentoleransi ‘kemalasan’ mencantumkan sumber ini walaupun tetap berharap agar ada perubahan.

5.Orang yang Gondok. Orang yang menggunakan imajinasi sesat dan khayalan yang tidak masuk akal sebagai argumen. Seperti Opa Jappy, Ninoy dan AS. Sering mempelesetkan sesuatu seolah2 fakta dan kebiasaan yang ada di PKS padahal hanya khayalan. Contohnya

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Tulisan Ninoy"][/caption]

atau

[caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="Tulisan Ninoy yang lain"]

Tulisan Ninoy yang lain
Tulisan Ninoy yang lain
[/caption]

Orang yang seperti itu dipuja-puja oleh Opa Jappy sebagai Sumber informasi yang akurat

[caption id="" align="alignnone" width="644" caption="Opa Jappy"]

Opa Jappy
Opa Jappy
[/caption]

Padahal Opa Jappy sendiri juga suka mengkhayal. Dia membuat judul “Bupati Kader PKS Korupsi….” Padahal Kader Demokrat. :D Akhirnya Admin turun gunung mengganti judulnya jadi “Bupati Dukungan PKS..”Sudahlah gak usah banyak2 contoh.

Kalau disuruh memilah mana hater mana lover juga tidak mudah. Silakan dinilai sendiri.

Salah Identifikasi

SiaPA (sebut saja namanya begitu)  yang saya kenal adalah kompasianer yang seorang dosen, sedang S3 di negerinya Harry. Cantik, Cerdas, Sholihah, Obyektif eitss jangan banyak muji ntar dijadikan menantu jika sabar menunggu :D. Sebagian ada yang menganggap sebagai hater padahal P*S  yang kritis. Identifikasi pengkritik sebagai hater kadang berbahaya, alih2 menimbulkan simpati justru bisa sebaliknya. Sampai2 saya baca SiaPA keki dan nantangin diskusi pakai inbox. Wah…….!!

Coba perhatikan benar, SiaPA mengajak adu argumentasi melalui inbox berarti menggunakan norma yang paling bagus. Kalau ada kritikan disampaikan secara personal dengan menjaga etika untuk tidak membuka aib (atau minimal dianggap aib). Kritikan itu bermakna membangun dan memperbaiki bukan untuk menelanjangi dan mempermalukan. Kurang apa hayoo ??

Udah deh, mohon maaf kepada yang bersangkutan semoga saya salah tulis dan mohon diomeli panjang lebar. Selamat berKIBAR dan mengibarkan keharuman Islam dan Indonesia. Selamat beraktifitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun