Mohon tunggu...
Fajar Riyanto
Fajar Riyanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gubernur Jakarta Harus Punya Etika dan Tata Krama

18 April 2016   19:01 Diperbarui: 18 April 2016   19:21 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai warga Jakarta yang lahir di tengah hiruk-pikuk ibukota, terkadang saya merasa muak dengan segala pemberitaan mengenai masalah Jakarta. Bahkan kemuakan itu mengantarkan saya pada kondisi untuk merasa lebih baik memilih apatis. Hal ini juga saya buktikan dengan memilih untuk tidak memilih di setiap hajat demokrasi DKI Jakarta.

[caption caption="sumber foto : kompas.com"][/caption]

Dari tahun ke tahun, masalah yang dihadapi Jakarta semakin menumpuk dan berakumulasi. Daya tarik Jakarta memang terlalu kuat bagi para pendatang dari daerah. Migrasi ke Jakarta juga serta merta menimbulkan permasalahan baru sementara masalah lama belum bisa diselesaikan.

Tingginya angka kriminalitas, kemacetan yang semakin menjadi, polusi udara, korupsi, narkoba, penyimpangan seksualitas, banjir, hingga kontroversi kebijakan selalu menjadi pekerjaaan besar yang menanti untuk diselesaikan oleh pemerintah dan seluruh masyarakat Jakarta.

Hingga akhirnya saya sadar bahwa apatisme yang saya anut ternyata tidak memberikan kontribusi positif bagi Jakarta. Sampai muncullah orang dari kampung di Solo yang bernama Jokowi, walikota yang menorehkan banyak prestasi, dicintai rakyatnya, dan mendapatkan dukungan dari partai politik yang memiliki legitimasi politik dan mewakili sejumlah rakyat pemilihnya. Kehadiran Jokowi, yang saat itu berpasangan dengan Ahok, membuat saya berhenti dari apatisme politik. Dengan Jokowi saya merasa ada harapan untuk menciptakan Jakarta yang nyaman bagi semua orang. Sejak saat itu, saya kembali menghibahkan waktu saya untuk peduli dan memikirkan nasib Jakarta dan orang-orang yang tinggal di dalamnya, apapun suku bangsanya, apapun agamanya, dari manapun asalnya.

Di era kepemimpinan Jokowi, satu per satu masalah Jakarta bisa diselesaikan. Seperti tagline Pegadaian, Jokowi mampu “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Jakarta yang gaduh tidak dibuat tambah gaduh. Setiap pihak dibuat saling menghormati satu sama lain. Banjir Jakarta tidak lagi menyengsarakan penduduk Jakarta, relokasi pemukiman bisa berjalan dengan sukacita, koruptor tidak berani menjalankan aksi busuknya. Hal-hal baik itu yang dengan sangat alamiah mengantarkan Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia.

Terpilihnya Jokowi menjadi presiden mengantarkan Ahok, yang menjadi wakilnya, menjadi Gubernur DKI Jakarta. Semacam hadiah yang turun dari langit, Ahok tiba-tiba jadi gubernut Jakarta. Padahal jika dulu dia tidak berpasangan dengan Jokowi, mana mungkin Ahok bisa jadi pemimpin di Jakarta. Jangankan jadi gubernur terpilih, terdengar namanya saja tidak, meski dia ternyata anggota DPR RI. Kebanyakan tahu ini setelah dia menjadi wakil gubernur.

Lain padang lain ilalang, beda Jokowi beda pula Ahok. Jokowi memang berhasil mengedepankan etika dan tata krama khas nusantara (baca: ketimuran) ketika memimpin Jakarta. Jokowi yang menyelesaikan masalah-masalah Jakarta dengan gaya kepemimpinan yang komunikatif dan persuasif berhasil merebut lebih banyak simpati rakyat. Buktinya, belum genap satu periode memimpin Jakarta, beliau sudah dipercaya rakyat untuk memegang amanat yang lebih besar, menjadi Presiden Republik Indonesia. Kiprahnya di Jakarta menjadi penanda dan “kampanye” yang menjadikan semua masyarakat di setiap provinsi berharap memiliki gubernur yang bersih, bersahaja, dan berpihak pada wong cilik, seperti gubernur yang dimiliki oleh warga Jakarta.

Ternyata kriteria gubernur yang dirindukan oleh rakyat adalah kriteria yang juga dinyatakan oleh Partai Amanat Nasional. Sekjen PAN, Eddy Soeparno, dengan jelas mengatakan bahwa kriteria pemimpin yang baik adalah mampu merangkul masyarakat Jakarta yang bersifat heterogen, mampu mengikuti perkembangan zaman, memiliki jiwa kepemimpinan, dan punya visi jangka panjang. (http://metro.sindonews.com/read/1101169/171/pan-tegaskan-usung-cagub-yang-memiliki-etika-sopan-santun-1460648002). Di atas itu semua, Eddy Soperano menekankan pentingnya pemimpin yang menjunjung tinggi etika, tata krama, dan sopan santun.

Untuk pemilihan gubernur Jakarta yang sudah mulai panas sejak sekarang, saya akan menunggu sinyal PAN mengenai sosok yang akan diusung untuk menjadi gubernur Jakarta. Meski saya bukan kader atau simpatisan PAN, saya percaya pilihan PAN melalui pertimbangan-pertimbangan seperti yang sudah disampaikan Eddy Soeparno akan membawa Jakarta dan orang-orang di dalamnya pada kondisi yang lebih baik dari Jakarta di era kepemimpinan Ahok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun