Â
"Tapi aku tak pernah mati, tak akan berhenti."
Â
Melalui lirik ini, ERK tidak hanya menghormati perjuangan Munir tetapi juga mengajak pendengar untuk merenungkan pentingnya berani bersuara meskipun dalam situasi yang berbahaya.
 Â
Sebelum menciptakan lagu ini, Cholil dan rekan-rekannya melakukan riset mendalam tentang kasus Munir dan menonton film dokumenter Garuda's Deadly Upgrade. Mereka ingin memastikan bahwa setiap kata dalam lirik dapat menggambarkan realitas pahit yang dialami oleh aktivis HAM di Indonesia. Dengan pendekatan ini, "Di Udara" menjadi lebih dari sekadar lagu; ia adalah sebuah narasi yang menggugah kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia.
Â
Sejak dibentuk pada tahun 2001, Efek Rumah Kaca telah dikenal sebagai band yang kritis terhadap isu sosial dan politik. Dengan lagu-lagu mereka, ERK berusaha membuka mata masyarakat terhadap ketidakadilan yang ada. "Di Udara" adalah salah satu contoh nyata dari komitmen mereka untuk menggunakan musik sebagai alat perubahan sosial.
Â
Walaupun dua dekade telah berlalu sejak kematian Munir, perjuangannya tetap relevan. Kasusnya masih menjadi simbol harapan bagi banyak orang yang memperjuangkan keadilan dan transparansi di Indonesia. Putri bungsunya, Diva Suukyi Larasati, kini menjadi suara baru dalam perjuangan ini, menuntut agar pemerintah menuntaskan kasus pembunuhan ayahnya.Diva mengingatkan kita bahwa meskipun waktu berlalu, semangat untuk mencari keadilan tidak boleh padam. Lagu "Di Udara" menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa perjuangan untuk hak asasi manusia adalah tanggung jawab bersama.
Â