Pernyataan tersebut memberi gambaran kepada penulis bahwa memang Barongan pada masa itu tidak bisa dipisahkan dengan adu kekuatan.
     Salah satu unsur kesaktian topeng Barongan adalah bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan pada masa ini tidak sembarangan memilih bahan baku. Kayu yang banyak digunakan adalah kayu lo, kayu dadap, dan kayu pelem (mangga). Sebelum membuat ukiran topeng, kayu tersebut diletakan di kuburan desa selama selapan dino (36 hari). Untuk pasaknya yang paling bagus dari kayu yang tersambar petir dan kulitnya kebanyakan dari kulit Harimau Jawa (Darminto Masyo Sudarmo, 2015: Video Youtube).  Â
    Karena dianggap berbahaya oleh Pemerintah Kabupaten Blora, maka pada tahun 1985 grup-grup Barongan yang ada di Blora didamaikan dan tidak boleh lagi ada Gaprakan. Maka digelar festival Barongan di Alun-alun Blora. Setelah berakhir Masa Orde Baru I, Barongan Blora mulai diperhatikan ketika Masa Orde Baru II yaitu pada tahun 1991-1997. Pada tahun ini Barongan dikemas kembali dengan tarian yang lebih modern (Depikbud Kanwil Jateng, 1991: 3).
DAFTAR PUSTAKA
Proyek Pembinaan Kesenian Jawa Tengah. (1992). Deskripsi Kesenian Barongan. Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
Slamet, M.D. (2003). Barongan Blora. Surakarta: STSI Press.
Slamet, M.D. (2004). Barongan Blora Dalam Kemasan Wisata. Imaji: 2 (2), 167-182.
Slamet, M.D. (2014). Barongan Blora: Menari Di Atas Politik Dan Terpaan Zaman. Â Surakarta: Citra Sains.
https://www.youtube.com/watch?v=Q3jAHN0jksk&list=LL&index=32, diakses pada hari Selasa, 9 Januari 2022, pukul 18:52 WIB.
https://www.youtube.com/watch?v=_Cap5vhIKGA&list=LL&index=36, diakses pada hari Selasa, 9 Januari 2022, pukul 19:12 WIB.
https://www.youtube.com/watch?v=bI-gDvmx5u4&list=LL&index=44, diakses pada hari Selasa, 9 Januari 2022, pukul 20:32 WIB.