Pada tahun 2004 niat luhur mengenai Jaminan Kesehatan Nasional sudah dibahas dan sudah disahkan dengan terbitnya UU No 40 tentang SJSN.Saran, kritik, dan polemik semakin berkambang di masyarakat dan terus dikoreksi pula oleh pihak – pihak yang terkait, dalam hal ini BPJS Kesehatan dan Kemenkes RI.Paket jaminan yang diberikan BPJS Kesehatan sudah terbilang komprehensif dan pembiayaan kesehatan tersebut lah menjadi hal yang sangat penting diperbincangkan.
Pembiayaan kesehatan merupakan hal penting dalam menjalankan program asuransi sosial yang ada disebuah negara.Tipe pembiayaan ini pun bervariasi, ada yang bermodel retrospectif ( Fee for service) dan prospectif (global budget ,perdiem atau case based payment).Diantara dua model tersebut masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan tergantung apa yang menjadi tujuan dibuatnya suatu program Jaminan kesehatan yang diberlakukannya
Dalam hal ini penulis mencoba untuk membahas Pola pembiayaan yang dilakukan di indonesia khususnya dalam program BPJS kesehatan.Kembali kebelakang,pola pembiayan prospectif ini sudah dijalankan pada tahun 2004 dengan model Casemix dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).Perlu diketahui lebih dahulu bahwa sistem Casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan grouper.Namun, implementasi yang diberlakukan dalam JKN pola pembayaran faskes tingkat lanjut adalah dengan INA-CBGs.INA-CBGs merupakan perubahan dari INA-DRGs dalam hal ini adalah sistem Casemix yang pertama diberlakukan di indonesia.
Melihat metode yang dipakai, sesuai tulisan diatas bahwa indikator didalam pengelompokan diagnosa – diagnosa itu ada penggunaan sumber daya, baik itu manusia sampai dengan material.Dengan kata lain bahwa Standart Pelayanan Operasiona (SOP) atau clinical pathway harus diseragamkan terlebih dahulu.Dan memang, seharusnya masalah SOP atau clinical pathway ini sama yang dilakukan diseluruh faskes maupun para nakes yang memberikan pelayanan.Dari sana lah seharusnya rupiah rupiah yang ada disetiap code base group muncul.
Dilihat dari sudut pandang faskes private (RS Swasta) yang menjadi rekanan BPJS Kesehatan, metode ini kurang mampu mengakomodir faskes tersebut untuk “senang” dengan pola pembiayaan tersebut.Mengapa ?karena di Indonesia, ternyata masih belum seragam untuk hal mendasar mengenai clinical pathway dan SOP yang diberlakukan di indonesia masih tidak sama.Hal itu merupakan hal mendasar dalam penetapan costing dari suatu pelayanan kesehatan.Dari situ lah seharusnya tarif pelayanan bisa muncul.Perlu diketahui bahwa tarif merupakan cost ditambah dengan margin ( keuntungan).Yang menjadi masalah adalan rupiah yang muncul dari setiap kode INA CBGs itu merupakan tarif, tidak melihat margin.Lalu untuk costing, seharusnya semua faskes mempunyai standart yang sama.Dengan begitu sebenernya faskes yang berkerja sama dengan BPJS kesehatan tidak keberatan untuk menjadi rekanan.
Dari hal mendasar diatas mulai lah berkembangnya oknum yang “nakal” dalam melakukan pelayanan kesehatan.Dari up coding sampai dengan pelayanan yang tidak dilakukan tapi ditulis didalam pelayanan yang diberikan.Kenapa hal ini bisa terjadi,RS atau faskesyang menjadi rekanan sudah berhitung mengenai tarif ini.Perhitungan faskes mengenai tarif INA CBGs tidak bisa menutupi costing yang keluarkan oleh faskes tersebut, maka dari itu hal – hal melanggar hukum itu muncul.
Mari sekarang kita coba mencari solusi dari beberapa permasalahan yang ada diatas.Permasalahan berakar dari penetapan tarif INA CBGs yang dianggap tidak dapat mengakomodir faskes swasta untuk ikut menjadi rekanan BPJS Kesehatan.Clinical Pathway, adalah formula yang harus disepakati oleh para nakes dan faskes yang ada diseluruh pelosoj indonesia.Agar pentarifan disana mampu mengakomodirnya.Setelah membakukan clinical pathway tersebut baru lah rupiah demi rupiah bisa dimasukan kedalam setiap code diagnosa yang ada di INA CBGs.Dari sanalah diharpkan oknum – oknum yang “nakal” yang mencoba membuat fraud (kecurangan)di faskes khususnya faskes swasta tidak muncul kembali.Dan pastinya untuk pengawasan faskes harus tetap dijalankan agar klaim yang muncul mampu untuk dibayar oleh iuran yang sudah dilakukan BPJS Kesehatan.
Memang baru satu tahun BPJS Kesehatan berjalan, masih banyaknya permasalahan disana sini yang harus diselesaikan.Awasi dan kritik setiap permasalahan yang muncul, yang lain dan tidak bukan semuanya agar program ini dapat berjalan dengan baik dan jika kita memberikan komentar seharusnya kita memberikan cara untuk penyelesaiannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H