Dari data itu dia menemukan parameter yang kemudian dimasukkan dalam rumus matematika, sehingga bisa menghitung kecepatan orang yang sudah terinfeksi, dan yang masuk karantina.
Kecepatan orang sehat jadi terinfeksi, menurut Susanto, dipengaruhi faktor laju kontak. Laju kontak semakin besar jika orang sering bertemu dan berkumpul.
"Kondisi ini akan membuat banyak yang berpindah status dari S jadi I atau terinfeksi," ujarnya.
Orang yang terinfeksi ini akan ada yang meninggal atau sembuh. Namun orang yang terinfeksi ini bisa melakukan karantina total atau Q. Besarnya orang yang masuk dalam karantina tergantung lagi pada faktor laju karantina.
"Faktor laju karantina ini tergantung kemampuan negara dan masyarakat," ujar Susanto.
Model SIQR ini kemudian dianalisis lagi menggunakan metode numerik Runge-Kutta Orde 4 sehingga menghasilkan sebuah grafik. Kesimpulannya, jika tidak ada perubahan dalam penanganan, diperkirakan puncak infeksi terjadi pada pertengahan Mei 2020.
Saat itu, menurut perhitungan Susanto, terdapat 2,5 persen dari populasi yang berisiko dari Indonesia akan terinfeksi virus corona. Setelah itu mulai akan ada penurunan.
Dia mengambil prediksi masa 100 hari penyebaran atau sampai tanggal 10 Juni 2020. Mengapa demikian?
"Kita harus kerja berbasis target. Dan saya lihat negara yang terjangkit Covid-19, pertahanan ekonominya sudah mulai ambruk kalau lewat 100 hari, sehingga saya membuat hitungan 100 hari penyebarannya harus berhenti," ujar Susanto.
Namun, Susanto mengingatkan, dirinya tidak membuat kesimpulan bahwa pandemi ini akan berhenti pada 10 Juni. Menurutnya, penentu akhir wabah ini berada di tangan pemerintah.
Pemerintah harus bisa mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk mengatur nilai faktor laju kontak dan faktor laju karantina.