Mohon tunggu...
Fajar Nugroho
Fajar Nugroho Mohon Tunggu... -

Bapak dengan dua orang anak, mengabdi untuk pendidikan\r\n\r\nwww.fajaralayyubi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pragmatisme Transaksional Gerakan Mahasiswa

2 November 2012   03:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:05 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dinamika pergantian orde yang terjadi di negara ini tak bisa dilepaskan dari kiprah mahasiswa sebagai aktor intelektual sebuah perubahan. Karakter mahasiswa saat itu yang idealis, kritis dan cerdas membuat mereka tak mudah dimanfaatkan oleh elit tertentu demi kepentingan kelompoknya. Hal ini terbukti ketika mahasiswa berjuang melawan rezim orde baru dan melahirkan orde reformasi. Gerakan mereka masif sehingga sepertinya tak ada kekuatan kepentingan satupun yang bisa membonceng agenda mereka. Tujuannya hanya satu, tumbangya Suharto bersama kroni-kroni  yang korup.

Munculnya gerakan diawali dengan tujuan yang dipercayai oleh para mahasiswa dapat memberikan jawaban dari sebuah problem sosial. Problem sosial pada era menjelang reformasi secara garis besar sama yaitu maraknya KKN di lingkungan elit birokrasi kemudian amanat rakyat yang tidak dijalankan. Masalah besar yang hanya dapat dipecahkan dengan perubahan yang besar. Maka solusi yang paling tepat dilakukan adalah perubahan  sistem yang ada menuju sistem yang demokratis serta bersih dari KKN. Wujud nyata dari solusi itu adalah menumbangkan pemerintah yang berkuasa. Sebagian besar masyarakat menyetujui solusi ini, maka inilah (menumbangkan Soeharto.red) yang menjadi sebab gerakan mahasiswa. Tidak ada solusi pemecahan yang lain. Oleh karena itu kita lihat gerakan mahasiswa yang luar biasa.

Namun kemudian, setelah Soeharto ditumbangkan muncul permasalahan baru. Yaitu permasalahan-permasalahan yang bersifat sektoral. Permasalahan tersebut ditanggapi beragam karena latar belakang intelektual dan ideologi mahasiswa yang berbeda. Ideologi yang dianut mereka tawarkan sebagai problem solver dari setiap permasalahan, sehingga jika berhasil mereka berharap mendapat legitimasi dari masyarakat bahwa ideologinya cocok digunakan dalam sistem kenegaraan. Namun permasalahannya adalah banyak sekali ideologi yang subur di kalangan mahasiswa. Oleh karena itu kita lihat mahasiswa bergerak sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang matang.

Pasca reformasi, kita justru menemui keadaan yang semakin mundur. Banyaknya demonstrasi anarkis yang merusak fasilitas umum yang sejatinya dibangun dengan uang rakyat menunjukkan pada kita bahwa telah terjadi degradasi kualitas gerakan mahasiswa sebagai agen perubahan. Alih-alih menemukan solusi malah menambah permasalahan yang ada. Akhirnya, masyarakat yang dirugikan. Lebih parahnya lagi adalah maraknya tawuran antar mahasiswa yang terjadi karena masalah-masalah sepele. Masarakat kini cenderung apriori terhadap gerakan mahasiswa akibat ulah yang tidak bertanggung jawab.

Lalu, seiring munculnya permasalahan sosial yang semakin banyak kemudian karakter muda yang emosional, membuat solusi  yang ditawarkan sebagian besar bersifat kuritatif dan reaksioner. Sebagai contoh, naiknya BBM ditanggapi dengan gerakan demonstrasi sporadis blokir jalan sehingga mengganggu masyarakat. Sebagaimana diketahui kini pemerintah telah kebal terhadap preasure-preasure berupa demonstrasi mahasiswa. Sekarang adalah era intelektual. Solusi yang ditawarkan pun seharusnya dilakukan secara intelektual melalui diskusi, loby-loby tanpa harus dibarengi dengan demonstrasi anarkis dan perusakan fasilitas umum.

Karakter gerakan mahasiswa diatas membuka peluang bagi kelompok atau partai tertentu dengan memanfaatkan mereka untuk kepentingan politis. Maka kini kita kenal adanya demonstrasi bayaran. Sebagian aktivis gerakan mahasiswa kini terjebak pada apa yang disebut dengan pragmatisme transaksional yang berlebihan. Aksi yang dilakukan semata mata bergantung pada untung rugi saja. Siapa yang berani membayar maka aksi akan bergerak sesuai arahan “bos besar”. Mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat sekarang sudah tidak lagi murni. Independensi mereka kini dipertanyakan.

Sekalipun tidak serta merta hanya menyalahkan gerakan mahasiswa, situasi ini seharusnya menjadi perhatian oleh setiap aktivis pergerakan.  Organisasi pergerakan mahasiswa sebagai kawah candradimuka pencerdasan politik selayaknya selalu menjunjung tinggi idealisme independensi. Berpihak hanya kepada kebenaran dan kepentingan masyarakat. Apa jadinya jika tokoh-tokoh yang menduduki elit birokrasi lahir dari rahim organisasi semacam itu. Saatnya gerakan mahasiswa berubah, mengubah dunia tanpa lupa mengubah dirinya sendiri….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun