Mereka masyarakat dan Kiai Gabid menggelar syukuran atau pesta bumi memanggil hiburan pada masa itu dan memotong hewan kerbau sebagai wujud perbaikan gizi masyarakat.
Tidak kalah penting pertunjukan seni, seperti wayang, ronggeng, gamelan, ikut meramaikan acara ini dengan waktu yang lumayan panjang sekitar 2 minggu.
"Kemudian dilanjutkanlah kepada keturunannya secara turun temurun sampai pada keturunan ke saya ini keturunan ke 6. Dihitung-hitung dari awal sampai sekarang sudah berjalan 387 tahun haulnya," katanya.
Kiai Gabid, lanjutnya, turut aktif dalam pembinaan mental dan fisik masyarakat untuk menjadi tentara rakyat untuk melawan Belanda. Nantinya tentara ini akan dikirim untuk membantu mereka yang berperang di Jakarta, Purwakarta, Karawang dan khususnya Bekasi.
"Agar saling membantu untuk memerangi Belanda, artinya tentara itu kalau habis perang pada istirahat di sini," tegasnya.
Menariknya para tentara ini menghibur dirinya dengan cara main koprok, dan sejenisnya untuk menghilangkan kejenuhan. Akhirnya hal ini masih berlanjut sampai sekarang. Meskipun mungkin kurang baik.
"Ya itu hiburan waktu zaman itu. Beda sama sekarang, nonton tv dan semacamnya, karena waktu itu ilmu agama juga belum signifikan, tidak seperti sekarang anak-anak sudah pada pesantren," tuturnya
Makam Keramat Batok ini sudah menjadi Cagar Budaya sejak 10 tahun yang lalu dan sudah diakui Pemerintah. Makam ini sebelum menjadi Cagar Budaya juga sudah ramai diziarahi oleh masyarakat Bekasi, bahkan peziarah dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi dan wilayah lainnya.
"Ziarah untuk minta karomah atau wasilah sohibul makam, berbagai urusan," tuturnya.
Menurut Marhusen, ada pelajaran yang harus diambil generasi muda saat ini dari kisah penemuan makam Keramat Batok. Misalnya dari sisi mengayomi masyarakat yang lemah secara fisik maupun ekonomi.
"Makanya di sini kan diadakan potong kerbau, untuk memberi makan masyarakat yang miskin, santunan anak yatim, selain sebagai bentuk Ibadah, hal ini juga bisa mengikat rasa persatuan antar masyarakat di desa karena saling berbagi," ungkapnya.