[caption caption="Karnaval dan Kampanye ASIK Pilwalkot Tangsel 2015 (Foto: kpu-bantenprov.go.id)"][/caption]Kurang lebih sebulan sudah tahapan kampanye Pilkada Tangsel berlangsung sejak dibuka 27 Agustus lalu. Selama masa itu, atmosfer politik Tangsel terus menanjak dari hari ke hari, waktu ke waktu. Banyak peristiwa menarik yang muncul mulai dari gesekan antar tim atau pendukung hingga jurus ‘cakar maut’ mematikan langkah lawan.
Bisa dikatakan, perhelatan Pilkada Tangsel paling seru di antara Pilkada daerah lain. Vibrasi pergulatan masing-masing kubu begitu terasa baik di ranah maya maupun ranah nyata. Ranah maya diwarnai pertarungan antar tim terutama di twitter dan facebook. Di sini terjadi saling sindir, saling serang melalui berbagai isu bahkan dengan menggunakan kata-kata kasar.
Sedang di ranah nyata, kandidat beserta tim seperti sedang berakrobat mempertontonkan kemahiran membuat laporan dugaan pelanggaran. Hingga kini, setidaknya, sudah ada 24 laporan yang diterima Panwas Tangsel. Di antara 24 laporan itu, kubu Ikhsan-Li Claudia, Arsid-Elvier dan kubu Airin-Ben tercatat sama-sama pernah melaporkan kasus ke Panwas.
Sontak saja pelbagai macam laporan itu jadi arus isu yang menyedot perhatian masyarakat pemilih. Apalagi media lokal maupun nasional secara massif mengekspos laporan itu sehingga membuat bising keadaan. Kandidat yang paling banyak membuat laporan adalah pasangan Ikhsan-Li Claudia. Sedangkan kandidat yang paling banyak dilaporkan (objek terlapor) adalah pasangan petahana Airin-Ben.
[caption caption="Foto: kabartangsel.com"]
Hanya Mainan
Kubu Ikhsan-Li Claudia melaporkan pasangan Airin-Ben terkait aktivitasnya selaku wali kota dan wakil wali kota Tangsel di masa kampanye. Aktivitas itu oleh pasangan nomor 1 ini dianggap kampanye terselubung dan melanggar aturan Pilkada. Kegiatan Airin juga kegiatan pemerintahan yang dilaporkan antara lain: peluncuran wi-fi pemerintah Tangsel di Taman Kota 1 (28/8/2015), penyaluran bantuan benih ikan kepada masyarakat (27/8/2015), dan masih adanya banner yang mempublikasikan Airin dan Benyamin di portal resmi pemerintah Tangsel (www.tangerangselatankota.go.id).
Laporan Ikhsan-Li Claudia itu sebelumnya telah didahului oleh laporan masyarakat dengan materi laporan serupa. Masyarakat yang mengatasnamakan diri Forum Pemuda Peduli Pilkada Bersih (FPPPB) dan Satuan Lawan Politik Uang (Sapu) melaporkan aktivitas Airin dan Benyamin terkait dugaan kampanye terselubung karena membuka turnamen sepak bola Piala Wali Kota, juga tuduhan money politic pada acara gerak jalan di Sektor 9 Bintaro. Selain itu, ada pula laporan warga yang melaporkan kehadiran Airin dalam acara pelantikan pengurus Hindu Dharma Kota Tangsel serta laporan mengenai status Airin-Ben yang belum cuti.
Berbeda dengan jurus Ikhsan-Li Claudia, pasangan nomor 2 Arsid-Elvier melaporkan kasus yang dipandang merugikan mereka, terkait pengrusakan alat peraga kampanye. Meski tidak terang-terangan menuduh pihak Airin-Ben yang melakukan pengrusakan, tapi pernyataan mereka secara intrinsik mengarah ke situ. Sementara, laporan Airin-Ben lebih tertuju pada kasus pengrusakan alat kampanye, black campaign di facebook serta pembobolan fans Page Facebook, yang semula bernama Airin Rachmi Diany diubah menjadi “Airin Cukup Sekali Saja” disertai gambar berbau agitasi dan propaganda.
Dalam langgam demokrasi, dengan sistem dan mekanisme pemilihan yang diatur seperti sekarang, laporan itu sah saja. Pihak yang dirugikan di atas pentas kontestasi punya hak untuk melapor. Namun demikian, ada kecenderungan kuat pihak-pihak yang melapor serius menjadikan sistem pelaporan sebagai panggung sandiwara. Tak pelak, Panwas setempat selalu jadi sasaran utama sebagai tim penilai sekaligus tempat curah amarah.
Kecederungan itu dapat dilihat dari materi laporan yang mereka ajukan. Laporan kubu Ikhsan-Li Claudia atau FPPPB juga Sapu misanya. Tudingan mereka terhadap Airin-Ben yang menggunakan fasilitas negara dan melakukan kampanye terselubung di acara pemerintahan hampir semua dimentahkan Panwas. Sebabnya adalah laporan tidak dibangun di atas logika hukum yang kuat sehingga laporannya tidak mendasar.
Besar kemungkinan mereka gagal memahami materi aturan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 70 dan Pereaturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015 Pasal 61 terkait kampanye pejabat negara atau kepala daerah yang ikut kontes Pilkada. Yang perlu digarisbawahi dari ketentuan pasal-pasal itu adalah bahwa wali kota atau wakil wali kota dapat ikut kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye.
Mengenai lamanya kampanye, ayat (2) pasal itu menyebutkan bahwa “pengaturan lama cuti dan jadwal cuti memerhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintah daerah”. Artinya, pasal itu menegaskan bahwa wali kota atau wakil wali kota tidak harus melepas jabatannya serta meninggalkan tugas-tugas yang melekat padanya saat masuk tahapan kampanye. Yang diperlukan hanyalah mereka mengajukan cuti kampanye ketika ingin melaksanakan kampanye. Mereka tidak harus cuti selama masa kampanye.
Ketentuan cuti kemudian diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pembagian Tugas Aparatur Sipil Negara. Wali kota dan wakil wali kota dalam mengajukan cuti hendaknya dilakukan bergantian agar tidak ada kekosongan kepemimpinan. Di sini yang harus dan perlu diperhatikan adalah keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintah daerah, seperti tertuang dalam bunyi pasal di atas.
Oleh karena itu, jika aktivitas Airin dan Benyamin dalam menjalankan roda pemerintahan di masa kampanye kemudian dituduh pelanggaran kampanye, maka jelas tuduhan itu tak mendasar. Apalagi dalam aktivitas itu tidak ada hal-hal yang masuk dalam unsur-unsur kampanye seperti ajakan dukung-mendukung, alat peraga, dan sebagainya.
Entah logika hukum apa yang digunakan pihak pelapor sehingga aktivitas Airin dan Benyamin selaku Wali Kota dan Wakil Wali Kota terus dilaporkan. Laporan serupa itu diperkirakan akan terus mengalir meski peraturan telah memberi ketentuan tegas dan distingtif, serta Panwas sebelumnya telah mementahkan laporan serupa. Di sinilah menurut hemat penulis, laporan itu cenderung mengada-mengada. Bahkan terlihat jurus cakar maut yang diniatkan untuk mendiskualifikasi lawan.
Miskin Visi
Hal yang paling disayangkan di balik maraknya laporan itu adalah semua kandidat lupa mengedepankan visi dan programnya kepada pemilih. Selama masa kampanye, masing-masing hanya sibuk dengan urusan lapor melapor berikut menyiapkan jurus tangkisan atas berbagai tuduhan.
Tentu saja masyarakat Tangsel dengan tingkat pendidikan di atas rata-rata nasional menunggu momen itu. Bagaimana pun, kontestasi di alam demokrasi adalah kontestasi ide, gagasan dan program. Semua menunggu jurus-jurus visioner apa yang dipersembahkan kandidat untuk rakyatnya. Dengan begitu, panggung demokrasi tak lagi dibisingkan dengan perkara lapor melapor melainkan dengan dialektika sehat dan mencerahkan.
Kini, perjalanan kampanye masih menyisakan waktu cukup panjang. Kita berharap ketangkasan program dari masing-masing kandidat dalam mengatasi persoalan lebih dimunculkan. Manuver-manuver kotor seperti kampanye negatif, agitasi, propaganda dan fitnah tak mendasar yang dilontarkan kandidat di depan khalayak ramai tak lagi terulang. Cukup sudah kejadian tak mendidik saat acara karnaval kampanye damai di Taman Tekno II jadi pelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H