Tepatkah semua Proses Pendampingan Pranikah atau Sertifikasi itu Dilakukan Negara?
Berkaca dari proses yang dilakukan oleh Gereja Katolik selama ini, maka kurang tepat negara mengambil alih otonomi setiap agama dalam mengurus pendampingan pranikah bagi pasangan yang akan menikah.Â
Karena masing-masing agama memiliki ciri khas ajaran yang berbeda tentang perkawinan yang bisa saja ketika materi dan pematerinya DIURUS OLEH NEGARA, maka potensi PERTENTANGAN dengan ajaran agama tertentu dalam hal hukum dan moral perkawinan bisa saja terjadi.
Salah satu contoh: Gereja Katolik tidak setuju dengan program Keluarga Berencana Buatan (KBB) yang bertentangan dengan ajaran hukum dan moral Katolik. Biasanya materi tentang Keluarga Berencana, Gereja mengundang dokter/bidan yang paham tentang ajaran moral perkawinan Katolik, sehingga yang disampaikan sebagai materinya tidak sedikitpun menyinggung atau mempromosikan KBB tetapi KBA yang lebih sesuai dengan ajaran Katolik.
Selain itu, masih ada faktor teknis dan non teknis lainnya dalam penerapannya di lapangan yang harus dipikirkan secara matang oleh pemerintah karena perbedaan konteks di masing-masing agama maupun wilayah di Indonesia.
Rekomendasi
Oleh karena itu, sebaiknya fungsi negara hanya membuat peraturan untuk MEWAJIBKAN agar setiap agama melakukan pembekalan bagi para calon mempelai dan menerbitkan sertifikat sebagai syarat mutlak mengurus perkawinannya.Â
Perkara materi, pemateri, durasi waktu, metode,teknis pelaksanaan serta sertifikatnya dikembalikan kepada otonomi dan otoritas masing-masing agama di Indonesia dalam penerapannya.
"Keluarga solid, bangsa pun solid, karena keluarga melahirkan generasi penerus bangsa."