Jelang ultah ke-11 Kompasiana membawa saya pada awal mula Kompasiana dibindani oleh Kang Pepih Nugraha dan para admin senior lainnya.Â
Selama dua tahun sejak Kompasiana diluncurkan, saya menjadi salah satu silent reader-nya. Baru pada akhir 2010 saya memutuskan mendaftarkan diri dan membuka akun di Kompasiana. Awalnya, karena sekedar ingin ikut berkomentar pada tulisan menarik yang disajikan kompasianer. Kemudian tertarik menulis juga di kompasiana, meski tidak selalu konsisten menyumbangkan tulisan.Â
KOMPASIANA ZAMAN OLD
Sebagai salah satu produk inovasi baru untuk menampung jurnalisme warga, Kompasiana menjadi wadah blog keroyokan yang melampaui media lain terdahulu semacam Multiply.com dan Wordpress serta blog-blog sejenis lainnya, karena bernaung di bawah Kompas.com dan bisa disebut cucunya Kompas yang telah memiliki nama besar.
Kelebihan Kompasiana karena ada wasit/admin yang memoderasi tulisan dan menertibkan tulisan yang melanggar TaTib Kompasiana.
Tampilan Kompasiana awal memang lebih menitikberatkan prinsip "sharing and conecting" sehingga ruang interaksi antar penghuni terasa riuh, ramai, brisik, akrab namun terkadang penuh intrik juga. Kompasianer memiliki banyak komunitas yang berbasiskan minat yang sama sebut saja yang masih saya ingat: Desa Rangkat, Fiksiana, Kampret, dll.Â
Komunitas-komunitas ini selalu ada kegiatan bersama yang menghasilkan tulisan dan foto yang diposting di Kompasiana. Terkadang ada perlombaan yang diselanggarakan bagi para anggota komunitas yang memotivasi anggota menghasilkan karya yang dilombakan komunitas untuk dipublikasikan di Kompasiana. Diskusi dan aktivitas para anggota komunitas, selain berlangsung di Kompasiana juga dipindahkan ke grup Facebook.Â
Sampai saat ini, para Kompasianer jadul (senior) masih berteman dan berinteraksi secara akrab di Facebook meskipun sudah 'kurang aktif' atau 'belum aktif' menulis lagi di Kompasiana.
Tampilan dan kanal/rubrik pun berbeda dengan yang sekarang (sulit dideskripsikan dalam tulisan). Sempat ada Kanal/ Rubrik Agama, namun karena sering terjadi 'kerusuhan' di komentar, kanal agama pun dihapus. Â
Seperti biasa kanal politik dan olahraga (bola) pada masa itu menjadi kanal favorit yang menghasilkan banyak tulisan dan komentar warga.
Interaksi warga Kompasiana jadul pada kolom komentar tulisan lebih ramai bahkan jumlah komentar bisa mengalahkan jumlah paragraf tulisan saking akrabnya relasi antarkompasianer.