Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Masalah Perenial Karhutla, Bangsa yang Sulit Belajar, dan Perlu Pertobatan Nasional

19 September 2019   12:57 Diperbarui: 19 September 2019   13:40 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash


Hutan terbakar, udara dikepung asap, sumber air mengering, sungai diracuni warga untuk mendapatkan ikan menjadi fenomena yang terus terulang setiap kemarau panjang di Kalimantan. 

Tahun 2015 silam terjadi kebakaran hebat, kabut asap menguasai langit, mata air mengering, sungai-sungai yang masih dialiri air diracuni warga untuk mendapatkan ikan. Hal yang sama terulang lagi pada tahun 2019. 

Pada tahun 2015, semua merintih, mengeluh bahkan berteriak karena gerah, panas, sumpek, dan krisis air bersih. Tetapi banyak yang tidak mau belajar untuk berbenah agar hal yang sama tidak terulang kembali. Tahun ini, perilaku yang sama terulang dan keluhan yang sama pun diumbar.

Ada apa dengan mentalitas masyarakat kita?

Pilu rasanya hati ini memandang bumi Borneo yang saya cintai saat ini. Hutan belantara yang identik dengannya dahulu kala, kini tinggallah kenangan. 

Tidak banyak lagi hutan alam yang tersisa. Hanya seperempat hutan perawan Kalimantan yang belum terjamah yakni di beberapa taman nasional. Selebihnya? 

Semua pohon besar sudah dijarah sejak rezim Soeharto sampai era kepemimpinan Megawati yang dikenal dengan sistem "tebang banjir" di awal tahun 2000-an.  

Setelah kayunya dijarah habis, lahannya pun dikonversi menjadi menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Dari Pontianak sampai dengan Putussibau, sejauh mata memandang  yang terlihat hanyalah pohon-pohon sawit yang berjejer rapih. 

Di mana masa depan keanekaragaman hayati Borneo? Gak ada yang peduli! Yang dipedulikan hanyalah aspek ekonomi dari persawitan, makanya muncul kampanye #sawit itu baik# yang diinisiasi oleh negara. Miris!!!

Hutan tipis yang tersisa namun belum digarap oleh karena moratorium perluasan kebun kelapa sawit pun sudah terbakar pada setiap kemarau panjang. 

Kalau pemda, pemprov, dan pemerintah pusat mau jujur dan buka-bukaan, hampir semua jengkal tanah kalimantan di luar areal taman nasional sudah dikapling-kapling. 

Jangan pikir semua areal  itu lahan kosong. Semuanya ada pemilik konsesinya entah berupa HPH, HGU, maupun terutama HTI sawit. Sehingga tinggal tunggu waktu saja, semua lahan bekas terbakar yang katanya di luar tanah perkebunan sawit (versi pemerintah dalam debat ILC selasa lalu) akan ditanami sawit pada tahun berikutnya.

Bagaimana dengan sungai? Sungai-sungai besar yang masih diari air di Borneo sudah tercemar bahan-bahan kimiawi berupa merkuri, insektisida, pestisida, dan fungisida, dll. Tengoklah sungai Kapuas dari hulunya di Putussibau sampai di hilirnya Pontianak: kotor dan tercemar! 

Sedangkan sungai-sungai kecil yang menjadi penyuplai air untuk Sungai besar, seperti Kapuas, satu per satu mengalami pendangkalan bahkan ada yang telah mengering, terutama di areal perkebunan kelapa sawit!

Mau jadi apa Borneo yang disebut-sebut sebagai paru-paru Indonesia dan dunia di kemudian hari? Salah dan dosa siapakah sehingga bumi ini menjadi sedemikian gerah dan tidak ramah dihuni oleh manusia, tumbuhan dan hewan?

Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan hutan Borneo yang tersisa,  tanpa semangat "pertobatan nasional" baik dari pemimpinnya maupun warganya.

Dari pemimpinnya: 

  1. Tegakkan aturan agar perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak lagi memperluas areal perkebunannya.  
  2. Semua izin atau konsensi atas lahan yang saat ini belum digarap dan ditanami sawit sebaiknya dicabut dan dijadikan hutan lindung. 
  3. Jangan lagi mengeluarkan aneka bentuk perizinan baru untuk tujuan perluasan perkebunan kelapa sawit.
  4. Paksa perusahaan untuk mereboisasi lahan yang telah terbukti secara sengaja dibakar oleh pihak perusahaan untuk tujuan ekspansi areal perkebunan
  5. Tegakkan aturan dan pengawasan ketat terhadap lahan gambut yang harus steril dari api 
  6. Galakan upaya penanaman dan perawatan intensif pohon-pohon khas Kalimantan atau pulau lain di area kritis yang berpotensi terus terbakar pada masa kemarau panjang

Untuk masyarakat Indonesia, bentuk pertobatan nasional bisa dimulai dengan beberapa tindakan konkret:

  1. Berhentilah membakar hutan untuk tujuan apa pun, apalagi di lahan gambut
  2. Jangan hanya menebang pohon tetapi budayakan juga kebiasaan menanam pohon di area kita sendiri yang masih menjadi lahan tidur. Tanamlah aneka pohon buah-buahan khas pulau anda yang mungkin juga telah terancam punah di masa kini dan di masa depan
  3. Berhentilah mengotori sungai dengan sampah dan racun kimia untuk tujuan sesaat.
  4. Tegakkan juga hukum adat bagi para perusak hutan dan sungai di wilayah yang masih kuat pengaruh hukum adatnya dalam sinergi dengan hukum sipil dan aparat penegak hukum sipil.

Langkah-langkah ini harus menjadi bentuk pertobatan nasional jika hendak melihat bumi kalimantan, bumi Indonesia menjadi rumah masa kini dan masa depan yang nyaman dihuni bagi semua makhluk ciptaan Tuhan. 

Oleh karena pada awal mulanya, Tuhan telah menciptakan bumi dan segala isinya dalam keteraturan hukum-hukum alamnya yang dikondisikan"baik adanya." Bumi dan segala isinya yang baik adanya ini kemudian diserahkan Tuhan kepada manusia yang adalah "mahkota penciptaan"untuk dikelolah bagi keperluan hidup sehari-hari. 

Sebagai mahkota penciptaan, manusia diserahi tanggung jawab untuk mejaga dan merawat bumi ini agar tetap baik adanya seperti saat ketika Tuhan yang menciptakannya. Artinya, bumi ini dikelolah  dalam semangat  Tuhan sendiri yakni ambil secukupnya untuk keperluan hidup tanpa harus menjadi serakah dan merusaknya.

Dari sebab itu, sebagai bangsa beragama kita semua sebenarnya telah berdosa terhadap bumi Indonesia yang dipercayakan Tuhan kepada leluhur kita. Kita pun telah berdosa bagi anak cucu kita di masa depan. Untuk menyelamatkannya, kita semua harus bertobat!!!

 Borneo, 19 September 2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun