Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Karhutla, Kabut Asap Kalbar, dan Kabar Program Persawahan Jokowi

13 September 2019   14:10 Diperbarui: 13 September 2019   14:36 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terhitung sejak Kamis, 12/09/2019 hingga hari ini, siswa-siswi SMA/SMK dan sekolah sedejarat telah diliburkan juga oleh Gubernur Kalbar. Sebelumnya, Bupati Sintang telah terlebih dahulu meliburkan siswa/i Paud, SD, dan SMP sejak Senin, 9/9/2019. Liburan mendadak ini sebagai tanggap darurat atas kualitas udara KALBAR yang kian memburuk oleh karena kabut asap.  

Persoalan asap dan kualitas udara yang buruk terus terjadi di Kalimantan dan Sumatera pada saat musim kemarau seperti ini. Asap bersumber dari kebakaran hutan dan lahan pertanian warga.

Tulisan ini hanya difokuskan pada kebakaran lahan pertanian warga dalam hal ini terkait sistem perladangan berpindah masyarakat lokal.

Masyarakat Lokal dan Sistem Perladangan Tradisional 

Masyarakat lokal Kalbar sudah mengenal sistem perladangan berpindah untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Setiap keluarga memiliki beberapa bidang tanah yang dikerjakan secara bergilir setiap musim, sehingga bidang tanah yang belum digarap dibiarkan untuk memulihkan diri secara alami selama beberapa tahun sebelum tiba gilirannya untuk digarap. Jika keluarga memiliki lima bidang tanah, maka perlu waktu 4 tahun bagi tanah yang digarap pada tahun pertama untuk memulihkan dirinya sebelum digarap kembali oleh pemiliknya. 

Sejauh pengamatan saya selama belasan tahun hidup dan berkarya di Kalimantan Barat, sistem pertanian masyarakat lokal belum banyak berubah. Jika ada yang berubah, perubahannya pun belumlah signifikan dan merata. Perladangan tradisional dengan cara menebang/tebas>membakar/nunu>menanam/nugal>menyiangi>panen/nuai, masih banyak dilakukan warga. Belum banyak warga yang beralih ke sistem pertanian modern yang lebih intensif dan mentap melalui persawahan. Mengapa demikian?

Kebakaran Lahan Perladangan Tradisonal vs Persawahan sebagai Solusi?

Pertama, rawa Kalimantan yang umumnya dijadikan sawah tadah hujan oleh beberapa warga, umumnya memiliki kadar asam yang tinggi, kekurangan unsur hara yang memadai dan memerlukan banyak pupuk untuk bisa menjadi produktif. Bahkan untuk rawa yang telah dijadikan sawah tadah hujan pun masih dibakar terlebih dahulu oleh pemiliknya dengan alasan mengurangi kadar asam pada tanah (benarkah atau mitos yang telah membudaya?).

Kedua, tidak setiap keluarga memiliki lahan pertanian yang berawa yang bisa dijadikan perasawahan tadah hujan, sehingg masyarakat yang lain masih mengerjakan lahan kering untuk ditanami padi. Prosentasi warga yang mengejakan lahan kering untuk perladangan masih lebih banyak dibandingkan pemanfaatan rawa untuk sawah tadah hujan.

Ketiga, kebutuhan akan ketersedian bahan pangan yang identik dengan padi/beras bagi keluarga kian meningkat. Umumnya setiap keluarga menggarap beberapa bidang ladang yang besarnya bisa mencapai dua hektar guna melipatgandakan hasil panen padi agar stok padi di lumbung tidak berkurang. Perlu ada upaya serius mempromosikan alternatif pangan lokal lainnya bagi para petani, yang menguragi tingkat ketergantungan pada beras padi.

Keempat, usaha pemerintahan Jokowi untuk membuka ribuan hektar bersawahan baru di Kalimantan Barat melalui keja sama dengan TNI dalam rangka swasembada pangan serta promosi persawahan bagi masyarakat lokal saya anggap belum berhasil, jika tidak mau dianggap gagal. Karena ribuan hektar tanah, rawa, dan hutan yang dibuka oleh TNI untuk tujuan persawahan masih menganggur, ditumbuhi semak belukar, dan belum digarap warga untuk persawahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun