Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Waktu Jedah dalam Kebisingan Hidup

28 Juli 2019   18:24 Diperbarui: 28 Juli 2019   19:09 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah sahabat merasa seperti larut dalam kedukaan ketika mengunjungi keluarga yang sakit? Atau merasa tidak nyaman ketika tanpa dikehendaki terperangkap dalam obrolan sekelompok orang yang sedang menggosipkan seseorang atau membahas isu negatif? 

Terkadang ketika dilemparkan dalam situasi semacam itu, kita tidak bisa atau sulit mengelak, apalagi yang sakit adalah orang yang kita cintai atau yang digosipkan adalah orang yang dekat di hati kita. 

Mungkin ada juga yang mampu mengambil jarak dan merasa baik-baik saja ketika masuk dalam pusaran energi negatif tersebut.

Itulah contoh bahwa kita bisa saja, ada pula yang mudah dipengaruhi oleh situasi sekitar. Kecuali kalau kita mempunyai karakter yang kuat serta memiliki ketangguhan mental-spiritual, pusaran energi negatif yang melingkungi kita tidak akan sangat berpengaruh besar bagi stabilitas emosional kita. 

Ada seorang teman yang selalu membawa persoalan di tempat kerja ke rumah. Situasi tempat kerja yang tidak kondusif dibawa sampai ke rumah. Alhasil, isri dan anak-anak yang tidak tahu-menahu persoalannya kena getahnya meski tidak ikut menikmati 'nangka' di kantornya.  

Namun, tentu saja kita tidak mungkin selalu bisa menghindar dari elemen negatif dalam hubungan dengan siapapun atau apapun. Yang dapat kita lakukan adalah menaikkan "level energi" kita, meningkatkan kekuatan "aura" pribadi, antara lain dengan doa dan meditasi, latihan fisik dan olah batin, atau apapun yang positif sesuai pilihan Anda. 

Secara pribadi saya memilih meditasi setengah sampai satu jam dalam sehari entah di pagi hari atau sore hari tergantung padat tidaknya jadwal kerja. Dengan meditasi, saya bisa menata kembali pikiran, perasaan, dan kehendak saya dalam ketenangan batin. 

Dengan cara ini bisa membantu saya tidak mudah menjadi reaktif-agresif dalam menanggapi sebuah persoalan. Sebab terkadang, keputusan-keputusan penting dalam hidup jika tidak diambil dalam suasana yang tenang lebih banyak berbuah penyesalan di kemudia hari karena banyak kelirunya dibandingkan benarnya.

Selain itu, dengan "latihan olah rasa" seperti meditasi, sangat membantu sekali memperkuat energi positif yang memancarkan juga aura positif kepada orang lain. Orang lain pun bisa merasakan hal itu. 

Sebab itu, seseorang yang memiliki "medan energi positif" yang kuat mampu mempengaruhi, mengubah atau meredam 'energi negatif' yang berpendar dari orang lain atau lingkungan sekitar.

Syaratnya mudah ditulis tetapi (mungkin) sulit diaktualisasi dalam praksis: menjaga keseimbangan diri, memelihara kebersihan nurani, memancarkan ketulusan hati, dan tetap membangun relasi intens dengan Yang Ilahi (apapun agama dan keyakinan religius Anda).

Masalah dan penderitaan adalah bagian dari dinamika semesta. Namun kita diberi kekuatan dan berbagai cara untuk tetap hidup baik, energik dan mantap penuh semangat dalam perjuangan hidup ini dengan terus mengolah rasa, menjernihkan nurani dan bertindak bijaksana. Emang sulit, tapi bisa dijalani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun