Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dul, Gambaran 'Gaya Hidup' Remaja Masa Kini?

10 September 2013   07:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:07 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak, usia 13 tahun, sudah dibiarkan orang tua menyetir mobil sendiri? Pertanyaan ini spontan muncul ketika membaca berita kecelakaan mobil putra bungsu artis Ahmad Dhani dan Maya Estianti.

Mungkin saja sebagai orang tua yang baik, Ahmad Dhani tidak bermaksud membiarkan anaknya yang belum memiliki SIM mengendarai kendaraan di jalan. Mungkin saja, Dul menyetir tanpa seizin Ahmad Dhani. Namun, ketika anak di bawah umur dan yang belum boleh menyetir nekat melakukan itu dan mengakibatkan orang lain celaka, seluruh mata masyarakat pasti akan menyoroti kedua orang tuanya. Mengapa? Karena anak belum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya yang mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain.

Memang tidak mudah mendidik anak pada masa kini. Jangankan dilarang menyetir mobil, melarang anak untuk mengendarai sepeda motor di jalan umum saja begitu sulit. Sebab anak zaman sekarang merasa lebih keren jika bergaya di atas sepeda motor atau mobil orang tuanya. Mereka bangga jika bisa mengendarai sepeda motor atau mobil, meskipun itu hanya pinjaman saja. Apalagi jika sudah memiliki pacar. Rasanya lebih macho kalau seorang remaja pria bisa mengencani remaja putri dengan memboncengnya di sadel sepeda motor atau mengantarnya ke mana-mana dengan mobil sendiri. Rupanya itu sudah menjadi sebuah gaya hidup di kalangan kaum remaja di mana mereka akan saling mengapresiasi dengan berbagai cara, jika ada temannya bisa mengencani pacarnya dengan bermodalkan sepeda motor atau mobil.

Semuanya ini sangat boleh jadi disebabkan oleh arus kuat prinsip hidup yang berkembang dalam diri manusia masa kini: "aku punya, maka aku ada." Prinsip ini membingkai keberadaan manusia dari apa yang dimiliki atau tidak dimilikinya. Keberadaan seseorang ditentukan oleh materi apa yang dimilikinya misalnya rumah, sepeda motor, mobil, gadget, dll. Materi menjadi standar penerimaan seseorang dalam sebuah kelompok atau kelas sosial tertentu. Akibatnya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan atau gaya hidup seperti ini pun belajar bahwa ia akan diterima dan diakui keberadaannya oleh orang lain jika ia bisa memiliki semuanya itu.

Terkadang juga orang tua menjadi pendudukung pemupukan semangat hidup seperti ini kepada anak-anaknya. Anak bukan dihujani dengan perhatian dan cinta yang bersifat afektif tetapi dihujani dengan materi sebagai pengganti kesibukkan orang tua mengejar karier, bekerja, dan mencari nafkah. Waktu untuk ada bersama dengan anak-anak semakin sulit untuk dibangun secara intens setiap hari apalagi jika kedua orang tua aktif di luar rumah.

Dalam lingkungan keluarga yang seperti ini, kedekatan afektif antara anak dan orang tua agak sulit terjadi. Orang tua seolah sudah merasa cukup jika semua kebutuhan fisik/materi dari anak-anaknya sudah terpenuhi dan berkecukupan. Perkara apakah secara afektif anak merasa dicintai, mungkin tidak semua orang tua mau mempedulikkannya. Perkara apakah hujan materi berlebihan kepada anak suatu ketika akan menjadi bomerang bagi anak-anak dan orang tua di kemudian hari, kian jarang diperhitungkan secara masak.

Lebih baik menghujani anak dengan kasih sayang meski tidak banyak didandani materi yang berkelimpahan, daripada dihujani dengan materi berkelimpahan tetapi anak merasa kosong secara afektif oleh karena kedua orang tuanya sibuk mencari nafkah sepanjang hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun