Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bola Salju FITRA, Tanggapan Ahok dan Reaksi Politisi Partai

24 Juli 2013   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:06 4694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1374659498438336266

[caption id="attachment_277268" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Rilisan laporan 'temuan' Fitra tentang anggaran blusukan Jokowi-Ahok yang mencapai 26,6 miliar bak 'bola salju' yang dilemparkan ke publik. Bola salju ini menggelinding dan menimbulkan reaksi pro kontra baik  tingkat masyarakat arus bawah maupun di kalangan elit, para pengamat, dan praktisi politik. Tidak terkecuali Jokowi dan Ahok pun memberikan tanggapan berupa klarifikasi soal anggaran tersebut.

Akan tetapi, tanggapan Ahok atas persoalan ini memang lebih 'provokatif' dibandingkan tanggapan Jokowi. Menurut Ahok, aksi blusukan Jokowi turut mendongkrak elektabilitas Jokowi sehingga bisa saja kemudian ditakuti oleh para capres lain yang tidak bisa mengikuti gaya blusukan Jokowi. Oleh sebab itu, Ahok 'mencurigai' ada tangan-tangan tersembunyi di balik Fitra misalnya para kandidat capres lain yang memanfaatkan Fitra di belakangnya.

"Aksi blusukan turut meningkatkan popularitas Jokowi. Hal ini, sambungnya, bisa menimbulkan ketakutan bagi kandidat capres lainnya. Basuki menilai, rilis Fitra bahwa anggaran blusukanJokowi capai Rp 26,6 miliar merupakan pesanan pihak tertentu. “Saya membaca mungkin capres lain enggak bisa nyontek gaya blusukan Pak Jokowi. Pak Jokowi kan emang gaya hidupnya begitu. Saya aja enggak bisanyontek,” ucapnya (kompas.com).

Pernyataan ceplas-ceplos Ahok  ini kemudian menjadi gelindingan bola salju yang semakin besar. Sejumlah politisi parpol pun buka suara menanggapi pernyataan Ahok.

Dari kubu Partai Demokrat, Wakil Ketua Umumnya, Max Sopacua meminta Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok agar tidak memolitisasi aksi blusukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi. Karena menurutnya, apa yang disampaikan Fitra terkait anggaran blusukan tidak ada kaitannya dengan elektabilitas Jokowi sebagai capres 2014. Ahok diminta untuk memberikan tanggapan soal anggaran saja tanpa harus dikait-kaitkan dengan politik. Bahkan, Max Sopacua lebih jauh membantah bahwa Fitra bukanlah bagian dari Demokrat dan lagian Demokrat belum mempunyai capres sampai saat ini.

“Kalau mau kritik, tentang anggarannya saja. Benar enggak anggaran itu? Enggak usah dibawa ke politik. Emang Fitra itu partai Demokrat apa?” ucap Max (kompas.com).

Hal senada juga disampaikan, Nurhayati Ali Assegaf. “Jangan merasa hanya Jokowi yang blusukan, itu salah,” ucap Nurhayati (kompas.com). Menurutnya aksi blusukan atau turun ke bawah bukan hanya milik Jokowi tetapi menjadi kewajiban setiap pemimpin untuk turun ke bawah, tetapi yang diutamakan adalah hasilnya, bukan aksinya.

Selain itu, salah seorang kandidat capres yang akan mengikuti konvesi PD juga bereaksi terhadap pernyataan Ahok yakni Irman Gusman. Menurutnya, blusukan sama sekali tidak berkaitan dengan elektabilitas seseorang untuk menjadi capres.

“Itu style of leadership orang, blusukan nggak ada pengaruhnya dengan elektabilitas. Sebelum Jokowi blusukan, sudah banyak pemimpin di negeri ini yang juga melakukannya. Saya jadi anggota DPD juga sudah blusukan, malah keliling Indonesia,” ujar Irman di Kompleks Parlemen (kompas.com).

Dari Kubu Golkar, Ade Komarudin meminta agar Basuki tidak berburuk sangka terhadap capres lain. Karena menurutnya, aksi blusukan Jokowi juga dilakukan oleh ARB, capres dari Golkar yang katanya juga suka blusukan sama seperti Jokowi.

Ade menjelaskan, blusukan adalah hal yang baik. Cara itu, katanya, juga sudah dilakukan sejak zaman Orde Baru yang dipimpin almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto. Oleh karena itu, tak mengherankan jika Jokowi dan Ical juga mengikuti cara itu. Golkar, kata Ade, juga tidak khawatir dengan cara blusukan Jokowi yang dinilai bisa meningkatkan elektabilitasnya. “Para pemimpin punya cara dan gaya sendiri-sendiri dalam menyerap aspirasi rakyat yang dipimpinnya, seperti Jokowi dan Pak ARB yang suka blusukan, itu sangat bagus. Lantas apa masalahnya?” imbuh Ade (kompas.com).

Pernyataan Fitra ini hanyalah pemanasan awal untuk 'mengkritisi' kepemimpinan Jokowi dan bisa saja dikaitkan dengan popularitas Jokowi sebagai capres terfavorit 2014 mendatang. Jika tidak terkait dengan menguatnya eletabilitas Jokowi sebagai capres 2014, mengapa seorang capres dan politisi partai politik perlu menanggapi 'pembicaraan lepas' dari Ahok?

Apakah Jokowi terpengaruh dengan semuanya itu? Dia bukanlah manusia antikritik. Secara pribadi dia siap dikritik dan tidak defensif terhadap kritikkan, termasuk apa yang menjadi sorotan Fitra. Terhadap soroton Fitra, Jokowi menjelaskan seperlunya terkait sejatinya untuk apa anggaran sebesar itu diperuntukkan. Karena itu, keraguan sejumlah kalangan bahwa popularitas Jokowi dapat menjadikannya sebagai pribadi yang antikritik sepertinya tidak berlaku bagi Jokowi. Kematangan dan integritas dirinya yang dibalut dengan kesederhanaan hati seorang pemimpin yang mengedepankan TRANSPARANSI dalam pola kepemimpinannya CUKUP MENCERMINKAN BAHWA DIA TRANSPARAN KARENA MAU DIKRITIK OLEH RAKYAT. Yang mungkin saja berpotensi antikritik adalah para pendukung fanatik atau pengagum fanatik Jokowi dan bukan Jokowi.

Terlepas dari itu, 'bola salju' yang digelindingkan Fitra dapat menjadi 'pembelajaran politik' bagi semua pihak jelang pilpres 2014, termasuk juga bagi Jokowi yang adalah salah satu capres terfavorit versi rakyat. Mau maju, berarti siap dikuliti oleh berbagai pihak baik 'kulit-kulitan' ala Fitra maupun 'dikuliti' secara benaran terkait indikasi penyimpangan tertentu.

Namun, bagi Jokowi, sejauh apa yang anda lakukan melalui koridor yang benar dan demi rakyat semata yang anda pimpin, anda tidak perlu kuatir untuk melanjutkan gaya kepempinanmu. Anggap saja semua kritikan yang masuk baik yang benar maupun yang kesannya dibuat-buat karena faktor-faktor lain, sebagai energi positif yang semakin memacu kerja kerasmu menjadikan Jakarta benar-benar baru, sehingga semua orang pun akhirnya bisa berbangga dengan Ibu Kota negaranya dengan berkata: "Ini baru Jakarta, namanya!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun