Ada kelopak bunga gamal gugur, tenang mengecup tanah.
"Amarahmu untukku, jangan untuknya," balas Hawa. "makilah aku karena aku hanyalah Hawa."
Adam tersenyum pahit. "Sampai sekarang pun, setelah berabad-abad, kau masih jatuh dalam godaan ular. Aku ditakdirkan untuk mati ketika usiaku mencapai seribu tahun, tetapi kesepian membuatku memberikan 70 tahun umurku padamu."
"Lupakan kejadian itu," sergah Hawa. "meski aku lahir dari rusukmu tapi di kehidupan ini, aku tak bisa kembali padamu."
"Namun jiwamu milikku," gumam Adam. "jiwamu milikku."
"Ya, jiwaku milikmu."
Lelaki itu tersenyum puas. Kata-kata itu cukup untuk jadi pendorong untuk melanjutkan hidup, layak untuk tak menangisi kecelakaan yang membuatnya invalid, setidaknya sampai minggu depan.
Ada bunga-bunga merah muda di batang gamal yang telanjang, tetap mekar meski matahari menyengat garang. Ada cinta berusia purba, putus lalu kembali bertaut, tetap bertahan mengalahkan logika dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H