Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kondom, Oh Kondom.

20 Juni 2012   17:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_184013" align="aligncenter" width="249" caption="Ilustrasi (klikdokter.org)"][/caption]

Dua kisah yang berbeda di 2 belahan dunia yang berbeda dengan persoalan yang sama: GANASNYA HIV/AIDS

Di belahan dunia I:

Anak(usia 17  tahun): "Pa, ma, aku mau week end ya, sama teman-teman."

Ibu: "Week end? Tunggu dulu ya nak." Sambil tergopoh-gopoh masuk kamar, mengambil sesuatu dari laci meja riasnya, lalu memberikannya kepada  putrinya.

Anak: "Untuk apa ma, aku bawa barang ini?"

Ibu: "Nak, ibu tidak bisa mengontrolmu 24 jam di luar sana, dan apabila terpaksa pakailah itu seperti yang pernah ibu jelaskan di hari ultahmu yang ke-17!"

Anak: "Terima kasih atas kepercayaan ibu. Aku janji, aku tidak akan sempat untuk memakainya sampai aku merid nanti!"

Kisah Di Belahan Bumi II:

(Seorang aktivis HIV/AIDS mendatangi sebuah sekolah swasta dan berjumpa dengan Kepala Sekolahnya)

Aktivis: "Pak, bolehkah kami minta waktu untuk sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS kepada para siswanya sekali waktu?"

Kepala Sekolah: "Boleh, asal jangan bawa-bawa kondom untuk disosialisasikan ya?"

Aktivis: "Gak mungkin pak, kalau yang satu itu tidak boleh diikutsertakan dalam sosialisasi karena itu merupakan salah satu senjata pamungkas untuk meredam penularan dan penyebaran HIV/AIDS."

Kepala Sekolah: "Pokoknya tidak bisa ditawar, jika masih nawar, anda dan team tidak akan diizinkan bersosialiasi di sekolah kami!"

Aktivis: "Oke deh pak, kalau begitu. Setuju aja deh!"

Yah, dua sikap yang berbeda dari dua belahan dunia yang berbeda terhadap benda yang satu ini. Benda yang satu ini memang selalu menimbulkan pertentangan dari berbagai aspek, sementara sebagian orang menganggapnya sebagai "salah satu" senjata pamungkas untuk menanggulangi HIV/AIDS ketika banyak insan yang katanya beragama, beriman, dan bermoral teguh malah tidak menghayati imanya dan menjadi penyebar virus mematikan ini.

Sebuah dilema yang tidak bisa dilihat hitam-putih, terang-gelap, karena dia berada di wilayah arsiran antara harapan dan kenyataan, ideal dan praksis nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun