[caption id="attachment_179262" align="aligncenter" width="648" caption="Ruteng-Kota yang Selalu Diselimuti Kabut (Dok.Pribadi)"][/caption]
Sudah dua bulan ini saya pindah ke tempat tugas yang baru. Dari daerah garis Khatulistiwa menuju ke bagian selatan dari garis Khatulistiwa. Perubahan cuaca dan hawa langsung terasa. Ketika masih di Kalimantan, hari-hari terasa panas sebab matahari selalu bersinar dengan cerah. Cuaca yang panas menuntut berpakaian selalu seadanya: celana pendek dan kaos oblong menjadi pakaian favorit ketika masih tinggal di Pulau Kalimantan.
[caption id="attachment_179263" align="aligncenter" width="648" caption="Kabut di Salah Satu Sisi Pegunungan (Dok.Pribadi)"]
Hal ini berbeda dengan Kota Ruteng, tempat tugasku yang baru saat ini. Cuacanya sangat dingin untuk ukuran Pulau Flores. Dari pagi hingga pagi hari berikutnya, kotanya selalu ditutupi kabut meski hari cerah sekali pun. Jarang kujumpai matahari tampak utuh di langit. Otomatis cuaca yang dingin ini menuntut untuk selalu mengenakan sweater atau jacket. Tidur malam harus mengenakan kaos kaki jika tidak ingin menggigil kedinginan pada saat subuh. Akibatnya, semakin jarang mengenakan celana pendek dan kaos oblong ketika berjalan ke luar rumah, jika tidak ingin diterkam  rasa dingin.
[caption id="attachment_179265" align="aligncenter" width="601" caption="Bandara Frans Sales Lega-Ruteng Selalu Tertutup Kabut (Dok.Pribadi)"]
Saya bisa memaklumi mengapa Kota Ruteng selalu berkabut dan dingin. Kota ini terletak di antara beberapa pegunungan yang cukup tinggi. Gunung-gunungnya selalu diselimuti kabut tebal bagaikan benang woll yang ditumpuk-tumpuk.
[caption id="attachment_179267" align="aligncenter" width="583" caption="Salah Satu Sisi Pegunungan Berlapis Kabut Latar Kota Ruteng (Dok.Pribadi)"]
Yang khas dari Kota Ruteng sejauh yang saya amati selama 2 bulan ini adalah kabut. Ruteng bagiku merupakan kota yang selalu diselimuti kabut meskipun di saat musim kemarau. Kabutnya inilah yang menyebabkan Kota ini selalu terasa dingin, pun di siang hari. Apalagi di malam hari. Hampir jarang dijumpai orang-orang yang berjalan kaki di malam hari. Tepat pukul 18.00, Ruteng seolah menjadi Kota mati, jalanan lengang dan pertokoan pun tutup.
[caption id="attachment_179272" align="aligncenter" width="583" caption="Lapangan Bola Kaki dekat  Bandara pun Diselimuti Kabut (Dok.Pribadi)"]
Salah satu hal unik yang kujumpai dalam perjalananku hari ini adalah pemandangan di Bandara Ibu Kota Kabupaten Manggarai Raya. Bandara ini rupanya multifungsi juga. Bandara ini juga bisa berfungsi sebagai tempat untuk menggembalakan sapi bagi penduduk sekitarnya. Iseng-iseng aku bertanya kepada seorang bapak pemilik sapi: "boleh ya pak, menggembalakan sapi di sini?" Â Jawabannya mengejutkan. "Boleh mas, asal jangan pagi hari. Kalau siang atau sore hari tidak dilarang sama petugasnya. Kalau pagi hari, sapinya akan ditembak sama petugas." Â Sungguh sebuah fenomena yang bagiku unik, khas di pedesaan. Di mana fasilitas publik bisa digunakan untuk apa saja termasuk untuk menggembalakan ternak.
[caption id="attachment_179274" align="aligncenter" width="583" caption="Sapi-sapi Merumput dengan Bebas di Bandara Frans Sales Lega Ruteng (Dok.Pribadi)"]
Nikmati juga Foto-foto yang lain di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H