Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Masyarakat Sumba Timur Kelaparan: Andaikan Empat Miliar Dibelikan Beras Buat Mereka

18 Agustus 2011   19:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:39 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tribun News.Com, dini hari ini mengabarkan kelaparan melanda warga Sumba Timur. Akibat gagal panen, warga Sumba Timur mulai kelaparan. Hal ini bisa dipahami karena kawasan ini bukanlah kawasan yang subur. Tanahnya tandus, curah hujan rendah, dengan kandungan air tanah sangat minim. Sepanjang mata memandang dijumpai padang rumput atau lebih tepatnya disebut Sabana. Karena itu, wilayah ini lebih cocok jadi kawasan peternakan sapi, kuda, dan kerbau.

Kondisi geografis seperti ini memang sangat memerlukan teknik pertanian khusus agar masyarakat Sumba Timur bisa mempunyai ketahanan pangan di masa yang akan datang. Selama ini, umumnya masyarakat menanam jagung dengan teknik pertanian tradisional: tanah dicangkul atau dibajak, ditanami bibit jagung, jarang dipupuk, gulmanya dibersihkan, sambil menanti kemurahan hati dari alam menurunkan hujan secukupnya untuk ladang-ladang jagungnya dengan harapan panenannya bisa mencukupi untuk kebutuhan pangan keluarga selama setahun. Namun rupanya, alam tidak bersahabat kepada mereka tahun ini sehingga mengalami gagal panen dan harus mencari ubi di dalam semak belukar. Ubi ini biasa disebut dengan nama lokal iwi. Iwi ini biasanya selalu tumbuh dan berisi meskipun terjadi kemarau panjang. Karena itu, iwi selalu menjadi pangan alternatif bagi masyarakat NTT pada umumnya ketika digempur rasa lapar oleh karena gagal panen.

Kondisi ini sudah dialami oleh masyarakat Sumba Timur dalam beberapa bulan terakhir ini. Karena harus mencari isi di dalam semak-semak belukar, mereka pun tidak sempat untuk mengikuti upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih pada HUT kemerdekaan RI ke-66. Bagaimana bisa kuat berjemur di terik matahari untuk mengikuti apel, jika perut keroncongan? Lantas, apakah berarti mereka tidak nasionalis?

Di sisi lain, pemerintah berani mengeluarkan dana 4 miliar untuk menjemput Muhammad Nazarudin, seorang koruptor. Apakah pilihan ini rasional di tengah rakyat Sumba Timur dan Belu mengalami kelaparan. Apakah harga seorang koruptor jauh lebih bernilai dibandingkan ribuan rakyat di salah satu sudut negeri ini harus meramu umbi di balik semak-semak belukar untuk sekedar mengganjar rasa lapar yang mendera perut mereka dan kelurga. Apakah akan ada penanganan cepat dan memadai bagi rakyat Sumba Timur, sebagaimana yang dilakukan pemerintah terhadap seorang koruptor? Apakah akan ada usaha pendampingan intensif dalam bidang pertanian ke depan agar rakyat Indonesia tidak harus kelaparan lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun