[caption id="attachment_120033" align="aligncenter" width="422" caption="flickr.com"][/caption]
Si Perempuan kerdil dalam diriku memutuskan untuk pergi. Ia lari dari lelaki tua berkepala botak yang selama ini menjadi tuannya. Di depan pintu ia bertemu lelakinya yang baru pulang dari memetah angin, membajak malam.
“Mau kemana pagi-pagi begini? Telanjang lagi! Mana gaun satinmu yang kutenun dari bernas-bernas kesadaranku?”
Si Perempuan berdiam sejenak, membiarkan hembus sepoi membajui tubuhnya...membiarkan embun terjuntai memantoli kepalanya....membiarkan cacing-cacing tumbuh menyepatui kakinya....membiarkan badai turun memintal kedua sayapnya.
“Aku ingin pulang sejenak kepada padang sabana....mau belajar tumbuh kepada ilalang...mau belajar melahirkan kepada pasir....mau belajar mengasuh kehidupan kepada margasatwa...aku mau mencintaimu lagi seperti bulan. Tunggu aku dengan setangkai anggrek...kita akan saling memeluk lagi. Di rumahmu yg perkasa ini aku mulai lupa kalau aku seorang perempuan.”
Keheningan yg datang bersama fajar membawa perempuan itu pergi. Lelakinya terhenyak, baru kali itu ia menyadari betapa kuatnya perempuan kerdil itu.
“Aku akan menunggumu sampai kapanpun....Pulanglah laguku yg hilang.” Gumamnya lirih....
Sobat:
Paulo Coelho pernah menulis:
"Each man has a feminine side, and each woman has a masculine side. It is necessary to use discipline with intuition, and to use intuition objectively"
Setiap kita memiliki sisi adam dan hawa dalam diri kita. Jangan meremehkan apalagi memberangus yang satunya hanya karena kita terlahir sebagai lelaki atau perempuan. Biarkan keduanya bertumbuh dan kita akan menjadi pribadi yg utuh...menyatu dengan sesama, alam semesta dan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H