Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Tamambaloh yang Eksotik

30 Juni 2011   18:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:02 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat adat Tamambaloh merupakan bagian dari sub suku masyarakat adat Dayak. Menurut penuturan beberapa tetua, penamaan Suku Tamambaloh berasal dari bahasa setempat "Taumamlalo" yang berarti "orang kaya". Bagi leluhur  Tamambaloh "kekayaan" seseorang tidak diukur oleh banyaknya harta benda, melainkan lebih terkait dengan berapa banyak padi yang dipanen setiap musim oleh seseorang. Karena itu, "Taumlalo" diidentikan dengan "banyaknya padi" yang diperoleh setiap keluarga.

[caption id="attachment_117084" align="aligncenter" width="269" caption="Para Pria Tamambaloh dalam Balutan Busana Adat Lengkap"][/caption]

Untuk memahami latar belakang identifikasi besarnya kekayaan masyarakat adat Tamambaloh dengan jumlah padi yang didapat, maka sangat diperlukan penelusuran singkat terhadap sejarah keberadaan masyarakat adat Tamambaloh.

[caption id="attachment_117085" align="aligncenter" width="269" caption="Para Wanita Tamambah dalam Balutan Busana Adat"]

1309455034481642715
1309455034481642715
[/caption]

Dari penuturan orang-orang tua yang diwawancarai tersimpul sebuah kisah tentang awal mula hadirnya masyarakat adat Tamambaloh di bagian Timur wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Dikisahkan bahwa pada mulanya sekelompok masyarakat adat dipimpin oleh seorang kepala suku dari golongan bangsawan (Semagat) berhasil memasuki Sungai Kapuas pada beberapa ratus tahun yang lalu. Ketika berbulan-bulan menelusuri Sungai Kapuas, sampailah mereka di sebuah muara dari anak Sungai Kapuas yang pada saat itu belum dinamai.

[caption id="attachment_117087" align="aligncenter" width="358" caption="Panorama Sungai Embaloh "]

1309455189873041131
1309455189873041131
[/caption]

Atas perintah Kepala Suku, Sampan-sampan dan kano-kano tradisional dilabuhkan di pantai Sungai Kapuas, tepat di muara sebuah anak sungai Kapuas. Mereka membangun pondok-pondok sederhana untuk beristirahat sejenak. Ketika sedang beristirahat muncul ide di benak Sang Kepala Suku untuk mengutus beberapa "mata-mata" dengan beberapa sampan menyusuri anak sungai tersebut. Keesokan harinya berangkatlah beberapa agen spionase yang telah ditunjuk oleh Kepala Suku. Mereka menelusuri anak sungai tersebut dan menjumpai bahwa tanah di sekiatar anak sungai sangatlah subur, ditumbuhi aneka jenis pohon buah-buahan dan dijumpai juga banyak binatang buruan minum di sungai pada siang hari seperti kijang, rusa, celeng, dan aneka jenis binatang lainnya. Setelah puas menjelajahi hingga ke perhuluan sungai, mereka pun kembali dengan sebuah kabar gembira bahwa seluruh bantaran anak sungai tersebut tanahnya sangat subur, kaya akan binatang buruan, ditumbuhi aneka jenis pohon buah-buahan, serta belum berpenghuni.

[caption id="attachment_117088" align="aligncenter" width="363" caption="panorama sungai embaloh 2"]

1309455284718241329
1309455284718241329
[/caption]

Kabar menakjubkan ini pun disampaikan kepada Sang Kepala Suku. Sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, Sang Kepala Suku mengadakan rapat koordinasi bersama. Dalam rapat bersama tersebut, muncul dua kelompok dengan suara yang berbeda. Kelompok pertama, memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan menyusuri perhuluan Sungai Kapuas di bawah pimpinan seorang dari keturunan Semagat juga (bangsawan). Sedangkan kelompok kedua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan memasuki anak sungai tersebut.

[caption id="attachment_117089" align="aligncenter" width="363" caption="Panorama Sungai Embaloh 3"]

13094553941605689772
13094553941605689772
[/caption]

Kelompok masyarakat yang melanjutkan perjalanan ke Hulu Sungai Kapuas kemudian disebut dengan Suku Taman yang dalam banyak hal memiliki aneka kebiasaan dan tradisi yang sama/mirip dengan Suku Tamambaloh. Kelompok kedua yang memasuki anak Sungai Kapuas tersebut menjumpai bahwa apa yang dikatakan oleh mata-mata ternyata tidak meleset. Mereka menemukan bahwa anak sungai yang mereka masuki merupakan daerah yang sangat menjanjikan dan pasti akan menghasilkan banyak padi. Karena itu, daerah baru yang mereka masuki kemudian diberi nama Taumamlalo. Dalam perkembangan waktu, Taumamlalo disebut dengan nama Tamambaloh. Sedangkan anak Sungai Kapuas yang mereka terobos mereka namakan Sungai Embaloh.

[caption id="attachment_117091" align="aligncenter" width="358" caption="Tepian Sungai Embaloh Nan Subur"]

1309455473337203410
1309455473337203410
[/caption]

Dari kisah ini menjadi jelas bahwa masyarakat adat Dayak Tamambaloh adalah masyarakat adat yang pertama kali menemukan dan menamai anak Sungai Kapuas tersebut dengan nama Sungai Embaloh. Mereka mulai berladang mulai dari hilir sungai sampai ke hulu Sungai. Bekas ladang dan rumah betang (rumah tradisional) di setiap tempat mereka sebut dengan istilah "Tembawang." Karena merekalah yang pertama kali memasuki dan memberi nama Sungai tersebut dengan nama Sungai Embaloh, maka masyarakat adat Tamambaloh merasa sebagai pemilik atas seluruh bantaran Sungai Embaloh, sehingga suku-suku yang kemudian datang seperti suku Iban dan Kantuk  juga tetap mempunyai hak pakai yang sama terhadap wilayah tersebut. Karena mereka umumnya datangnya kemudian, maka mereka tetap harus meminta izin kepada masyarakat Tamambaloh untuk berladang dan bermukim juga di sana. Hal ini kemudian dituangkan dalam aneka kesepakatan lisan di antara para kepala suku dari ketiga sub suku.

Satu hal yang menarik adalah bahwa pola bercocok tanam dengan sistem ladang padi yang berpindah-pindah juga membentuk kultur mereka sampai saat ini. Ada beberapa tradisi dan kebiasaan yang masih setia dijalani oleh masyarakat Tamambaloh misalnya:

Tradisi Sampan Hias:

Kendaraan utama masyarakat Tamambaloh adalah Sampan. Karena itu, dalam berbagai moment khusus, sampan dihias dengan janur kuning dan bendera-bendera yang mereka sebut sebagai "Tambe." Sampan ini akan dirias dengan baik untuk merayakan kemenangan perang, pernikahan, atau untuk menyambut tamu-tamu kehormatan masyarakat adat. Biasanya, sampan hias akan ditumpangi oleh orang-orang yang berkepentingan yang ditemani oleh kepala suku. Setelah semua peserta sudah berada di atas sampan hias, sampan akan dikayuh menelusuri anak sungai beberapa kaili diringi oleh tabuhan aneka jenis musik dan sepasang penari yang menari di bagian anjungan sampan untuk menghibur para tamu di dalam sampan.

[caption id="attachment_117054" align="aligncenter" width="358" caption="sampan hias siap ditumpangi para tamu kehormatan"][/caption] [caption id="attachment_117055" align="aligncenter" width="358" caption="sampan hias sudah dilengkapi sepasang penari yang siap Ber-manadaria (menari)"][/caption]

Perkawinan Adat

Perkawinan adat Tamambaloh biasanya dilaksanakan setelah pernikahan di Gereja. Hal ini mau menunjukkan bahwa janji setia sampai maut memisahkan yang dikrarkan di hadapan Tuhan juga direstui dan didukung oleh leluhur dan keluarga besar kedua mempelai.  Inti dari perkawinan adat Tamambaloh adalah kedua mempelai yang diapiti oleh sepasang suami-istri didoakan oleh sepasang suami-istri senior lainnya yang oleh keluarga besar dianggap telah menjadi panutan dalam kehidupan perkawinan. Prosesinya bisa dilihat di bawah ini

[caption id="attachment_117060" align="aligncenter" width="358" caption="pengantin diapit oleh sepasang suami-istri yang masih muda"][/caption]

[caption id="attachment_117063" align="aligncenter" width="358" caption="Pengolesan dengan Minyak Kelapa Murni"][/caption] [caption id="attachment_117065" align="aligncenter" width="358" caption="Kedua Mempelai Dijerati dengan Gelang Manik sebagai Tanda Ikatan Takterputuskan"][/caption]

[caption id="attachment_117066" align="aligncenter" width="358" caption="Kedua Mempelai Ditandai dengan Mandau (besi)"][/caption]

[caption id="attachment_117069" align="aligncenter" width="358" caption="Seorang Ibu Menyanyikan Syair Bara Nangis yang merupakan doa bagi mempelai"][/caption]

Tradisi Menyambut  Tamu di Gerbang Kampung atau Rumah Betang (Tradisi Sisialo)

Bagi orang Tamambaloh, tamu adalah orang terhormat. Selain diarak dengan sampan hias di Sungai Tamambaloh, para tamu biasanya juga diterima dengan upacara Sisialo. Artinya: para tamu dielu-elukan dengan nyanyian dan tarian serta disunguhi dengan aneka minuman tradisional yang terbuat dari beras ketan (beram) atau yang disadap dari pokok enau (tuak). Hal ini mau menunjukkan bahwa melalui upacara ini, tamu telah dianggap sebagai bagian dari keluarga besar masyarakat adat Tamambaloh. Rangkaian acaranya bisa dinikmati melalui gambar-gambar di bawah ini.

[caption id="attachment_117074" align="aligncenter" width="358" caption="Tamu Disambut dengan Tarian"][/caption]

[caption id="attachment_117075" align="aligncenter" width="358" caption="para penyuguh minuman khas daerah telah menanti di gerbang kedua"][/caption]

[caption id="attachment_117076" align="aligncenter" width="358" caption="Tempat Minuman Utama (terbuat dari tanduk sapi) telah Diacungkan Kepada Tamu"][/caption] [caption id="attachment_117080" align="aligncenter" width="358" caption="Sugguhan yang sama menanti di gerbang kedua"]

1309453634787282151
1309453634787282151
[/caption] [caption id="attachment_117082" align="aligncenter" width="358" caption="Kaum Ibu juga telah Menanti di Gerbang Terakhir dengan Suguhan Beram"]
1309453811970968781
1309453811970968781
[/caption]

Tradisi Syukuran atas Panen Padi

Syukuran atas panenan padi biasanya dilakukan setahun sekali yakni pada bulan Juni, selapas mengetam padi. Upacara ini biasanya diselenggarakan di setiap kampung. Inti dari perayaan ini adalah bahwa masyarakat adat Tamambaloh meyakini bahwa mereka hanya menanam, sedangkan yang menumbuhkan dan membuat padi berbulir adalah Sampulo Padari (Yang Mahakuasa) berkat doa restu para leluhur. Melalui upacara ini, masyarakat adat Tamambaloh mempersembahkan kue-kue, nasi, dan minuman yang terbaik dalam sebuah wadah bulat kepada Sampulo Padari dan memohon berkat untuk panenan di musim berikutnya. Rangkain upacaranya dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

[caption id="attachment_117094" align="aligncenter" width="358" caption="Tempat Benih Yang Diberi Sesajen"]

13094564091692870524
13094564091692870524
[/caption]

[caption id="attachment_117095" align="aligncenter" width="358" caption="Para Tetua Adat Menata Sesajen dalam Sebuah Kotak untuk Dipersembahkan kepada Sampulo Padari"]

1309456492572397723
1309456492572397723
[/caption]

[caption id="attachment_117096" align="aligncenter" width="358" caption="Kue Tradisional dari Beras Pulut Terbaik yang Siap Dipersembahkan"]

13094566461156523518
13094566461156523518
[/caption]

Demikianlah sekilas pandang salah satu aset budaya bangsa dari Suku Dayak Tamambaloh yang mesti dilestarikan dan dimaknai terus-menerus sepanjang zaman. Kekayaan ini jangan sampai tenggelam dan hilang oleh laju modernisasi yang menggempur dan meluluhlantahkan budaya-budaya lokal.

Foto: Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun