Ada suluh di ambang malam
Puisimu memanggil seperti mercusuar
Aku terbangun dan merangkak perlahan
Lalu malam menjadi matang
Tapi terang tak kunjung benderang
Aku terjebak lagi dalam jeruji kelam
hilang arah untuk mengungsi
Kuulur tangan menyambut salammu
Yang datang dalam badai
Tapi engkau mengambang tak tergapai
Adakah ziarah ini hanya mengejar lambang?
Sebelum kembali kepada senyap
Ke rubrik mana engkau menambatkan bahtera kembaramu
Purnama mendapatiku terkulai
Dengan cangkang babak belur oleh hitam
Ke sudut bumi mana engkau berpulang ketika senja turun?
Kubangun satu rumah di dadaku
Tempat mampirmu jika lewat
Tapi engkau selalu melesat seperti kereta kuda
Terlalu laju untuk jiwa yang ringkih
Kubungkam amarahku selalu dalam paham:
Barangkali ada yang lebih merindumu daripada aku
Seperti apa rindu yang menggodamu untuk mampir?
Apakah uban dan lebur cangkang ini tak ada artinya bagimu?
Adakah ziarah ini hanya mengejar lambang,
Sebelum kembali kepada senyap?