Nak ...suara ini aku pinjam
Dari sang empunya kehidupan
Untuk menemanimu dikancah perjuangan ini
Agar darahmu tak deras mengalir
Pada lorong sempit jalan ini
*****
Ibu ...terbata aku dalam tutur,
tertatih aku dalam melangkah
menelusuri terjalnya jalan ini.
Aku terjatuh....
Kulihat kedua bola mata keibuanmu
Menatap sayu padaku.
Guratan keriput pada wajahmu
Semakin jelas terlihat.
Aku tahu bahwa itu guratan cinta.
Ia tergerus arus waktu menuju usia senja.
Namun ibu... cinta tak mengenal waktu.
******
Nak..... kasih ini aku pinjam
Tuk memberi warna pada jalan ini
Bahwa guratan keriput pada wajahku
Dan usiaku yang termakan waktu
Tak membuat cinta dan kasihku
Ikut keriput dan usang
*****
Ibu mengapa kita harus jumpa di tempat ini.....
Perjalanan panjang yang telah aku lewati
Menyisakan keletihan juga titik darah sebagai peluh.
Ragaku mulai melemah.
Tak kuasa ku angkat tanganku tuk mengusap wajah keriputmu.
Dalam situasi seperti ini
Ku tak mampu membalas cinta kasihmu
Dan mungkin tak kan pernah terbalas.
Senyum cengirku dalam keletihan mungkin....
Tak mampu menghapus juga membelai rambutmu yang terjuntai seperti dulu lagi.
*****
Nak... air mata ini juga aku pinjam
Dari penguasa jagad
Walau jumlahnya cuma setetes
Namun cakarnya telah menancap
Menembus kisi-kisi hatimu yang begitu bening
Agar kau tahu bahwa bukan salah ibu mengandungmu
******
Ibu masih pantaskah aku disebut anak.......
Belaian kasih yang pernah engkau berikan
kini tinggal kenangan.
Bagiku itu menjadi sebuah saksi
Akan jejak yang pernah terpatri
Dalam lembar sejarah hidup kita.
Bersama kita tertawa, menangis dan bergurau,
Mengusir malam yang kian kelam
Sembari menanti sang mentari
Yang tak bosan menyinari jagad.
Walau bukan salahmu mengandung,
Antara aku dan kauduka dan air mata harus ada
Dan tetap ada selama kehendak bapa belum terlaksana.
******
Tapi nak..... duka ini kumiliki sendiri
Terpancar dari lubuk hatiku yang terdalam
Menyembur dari nurani keibuanku
Membangunkan dan memunculkan kembali
Tali kasih yang pernah terrajut
Bahwa tak seharusnya
Kasihku berakhir sampai disini
******
Akhirnya ibu.....
Kutitipkan raga lusuhku yang kian terkoyak, terbakar sang mentari.
Tangis dan air matamu akan kubawa ke surga
Juga air susu kasih yang telah menetaskan dan menghasilkan kebaikan.
Bantu aku...bantu aku ibu...bantu aku dengan selaksa kasih.
Aku tak mau membawa duka tuk mengalir dan terbang bersama arus waktu ke surga. Bilang pada para algojo dan juga pada pilatus dan kroni-kroninya:
Aku tidak benci mereka...
Demi kasih yang pernah engkau tunjukan aku rela memaafkan mereka.
Gengam tanganku ibu...dekap aku.
Bawa aku dalam rahim ketulusanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!