[caption id="attachment_297979" align="aligncenter" width="562" caption="Ketiga Bakal Capres PKB 2014 (Kompas Images)"][/caption]
Di ngara Demokrasi seperti Indonesia ini, siapa pun berhak mencapreskan diri dan dipilih asal memenuhi ketentuan undang-undang. Profesor Rhoma Irama pun punya hak yang sama dengan para capres lain untuk dipilih sebagai presiden. Dalam arti ini, wajar jika Prof Rhoma dipromosikan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai salah satu capres. Soal dipilih atau tidak oleh rakyat, itu perkara nanti. Yang terpenting PKB sudah mengakomodir hak Profesor Rhoma Irama sebagai warga negara yang berniat untuk mencapreskan diri.
Akan tetapi, ketika melihat hasil-hasil survey selama ini yang menempatkan Profesor Rhoma Irama sebagai salah satu capres dengan elektabilitas rendah: apakah langkah PKB mencapreskan Prof Rhoma Irama merupakan sebuah langkah konyol? Mungkin sebagian pengamat melihat pencapresan Sang Raja Dangdut ini merupakan langkah konyol, namun bagi PKB merupakan sebuah permainan dadu untuk menaikan elektabilitas partai. Mengapa? Alasannya, PKB bisa 'memanfaatkan' popularitas Profesor Rhoma untuk mendongkrak popularitas partai.
Meskipun popularitas tokoh tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat keterpilihan (elektabilitas), popularitas ketokohan seseorang tetap punya andil untuk menaikan elektabilitas parpol. Inilah yang mungkin saja hendak 'dimainkan' PKB dengan mencapreskan Prof. Rhoma Irama. Sebab bagaimanapun juga Prof. Rhoma cukup populer di kalangan para penggemar musik dangdut di Indonesia. Siapa tahu 'dengan memainkan politik bermain dadu', PKB bisa kecipratan elektabilitas jelang pileg 2014.
Apakah salah? Tidak. Dalam iklim demokrasi, sah-sah saja jika PKB memainkan popularitas Prof. Rhoma untuk popularitas partai. Toh di samping Rhoma Irama, PKB juga hendak mencapreskan Jusuf Kalla dan Mahfud M.D yang dari tingkat elektabilitasnya cukup tinggi dibandingkan Profesor Rhoma, meskipun sangat boleh jadi popularitas Mahfud. MD dan Jusuf Kalla dibandingkan Prof. Rhoma Irama lebih rendah di tingkat masyarakat akar rumput yang selama ini lebih akrab dengan 'lagu-lagu dangdut' Rhoma Irama.
Inilah strategi ganda yang hendak dimainkan PKB. Untuk tingkat masyarakat menengah ke atas dan kaum cendikiawan, Jusuf Kalla dan Mahfud MD cukup diperhitungkan, sehingga pencapresannya memberikan point tersendiri bagi elektabilitas partai untuk kalangan ini. Sedangkan untuk tingkat menengah ke bawah atau masyarakat akar rumput yang belum mengenal sungguh Jusuf Kalla dan Mahfud MD, PKB menyodorkan Rhoma Irama untuk popularitas partai. Apakah ketiganya 'dimanfaatkan' PKB sebagai strategi politik saja untuk tujuan popularitas dan elektabilitas partai? Dari sudut penafsiran seperti ini, kemungkinan itu bisa saja diterima.
Siapakah dari ketiganya yang akhirnya dicapreskan PKB setelah pileg 2014? Yang pasti Profesor Rhoma Irama peluangnya lebih kecil dibandingkan Jusuf Kalla dan Mahfud MD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H